TRIBUNNEWS.COM - PT Pharos Indonesia melakukan uji laboratorium mandiri terhadap produk obat sirop Praxion, yang sebelumnya ditarik peredarannya karena diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Dua laboratorium, Lab Saraswanti Indo Genetech dan Lab Sucofindo menyatakan Praxion memenuhi syarat alias tak mengandung cemaran EG dan DEG.
"Hasil dari kedua lab tersebut menunjukkan produk Praxion memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia VI suplemen II, memenuhi syarat."
"Hasil uji ini telah disampaikan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sementara hasil uji dari laboratorium ketiga akan segera dilaporkan setelah proses uji di lab tersebut sudah selesai," ungkap Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika, melalui keterangan tertulis, Rabu (7/2/2023).
PT Pharos sebelumnya juga telah menarik seluruh produk Praxion dari pasar sebagai tanggung jawab industri farmasi.
"Seluruh mitra distribusi dan penjualan juga diminta untuk sementara waktu tidak menjual produk Praxion sampai ada pemberitahuan lebih lanjut," ungkap Ida.
Baca juga: Cerita Hermanto Kehilangan Putrinya Karena Gagal Ginjal Akut
Selain melakukan uji di laboratorium independen, PT Pharos juga melakukan pemeriksaan ulang keamanan produk di laboratorium internal.
"Hasil pemeriksaan internal ini menunjukkan produk masih memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia," ujarnya.
Ida juga mengatakan PT Pharos Indonesia juga secara intensif mengumpulkan sampel produk dari sejumlah apotek untuk diperiksa mutu dan keamanannya.
"PT Pharos Indonesia akan terus bersikap kooperatif dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan serta menunggu arahan terkait langkah lanjutan yang perlu dilakukan," ungkapnya.
Baca juga: Gagal Ginjal Akut pada Anak Muncul Lagi, Kemenkes Minta Masyarakat Tak Beli Obat Secara Mandiri
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, BPOM menarik obat sirop Praxion dari peredaran setelah muncul kasus baru terkait gagal ginjal akut pada anak (GGAPA).
PT Pharos Indonesia, pemegang izin edar obat itu, juga telah melakukan penarikan obat sebaga sukarela.
Satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun, yang mengalami demam pada Rabu (25/1/2023).
Bayi itu diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada Sabtu (28/1/2023), pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada Selasa (31/1/2023) mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, namun keluarga menolak dan pulang paksa.
Pada Rabu (1/2/2023), orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil, dikutip dari Kemenkes.
Pada hari yang sama, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole.
Namun, 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB, pasien dinyatakan meninggal dunia, kata Juru Bicara Kemenkes, dr. Syahril.
Untuk diketahui, produk Praxion dari PT Pharos Indonesia tidak masuk dalam daftar obat yang dilarang oleh BPOM dan Kemenkes terkait GGAPA.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yunita Rahmayanti)