Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Osteoporosis sering disebut sebagai 'the silence disease', karena tidak ada gejala sampai seseorang mengalami patah tulang.
Oleh karena itu, penting mengetahui faktor risiko terjadinya osteoporosis agar bisa lebih waspada.
Menurut dokter spesialis bedah ortopedi konsultan foot & ankle yang RS Pondok Indah, dr. Astuti Pitarini, Sp.OT (K) ada beberapa kelompok berisiko alami osteoporosis.
Pertama, mereka yang memiliki komorbid misalnya seperti diabetes.
"Faktor risiko ada. Biasanya berhubungan kondisi komorbid. Biasanya kalau ada diabetes," ungkapnya pada media diskusi di bilangan Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Kedua, pasien yang mengonsumsi minum obat jangka panjang contohnya pada pasien autoimun.
"Basanya kan minum obat jangka panjang dan mengandung kortikosteroid. Bisa mempengaruhi metabolisme tulang," paparnya lagi.
Menurut dr Astuti, mereka yang mengonsumsi obat jangka panjang biasa cenderung memiliki tulang lebih keropos.
Atau, mendorong terjadinya pengkroposan tulang lebih dini.
"Misalkan orang (umumnya) mengalami pengkroposan tulang di 65 atau 70, di umur 48 akhir atau 50 awal tulang sudah lebih keropos," kata dr Astuti menambahkan.
Ketiga adalah orang yang tidak berolahraga.
Baca juga: Menkes Ingatkan Lansia Konsumsi Nutrisi Sehat Tingkatkan Kalsium Agar Cegah Osteoporosis
Ternyata pengkroposan juga sangat berpengaruh pada mereka yang jarang berolahraga.
Keempat, mengonsumsi minum alkohol.
Lebih lanjut dr Astuti menyampaikan kondisi lain yang meningkat risiko osteoporosis yaitu penyakit ginjal.
"Karena sakit ginjal atau sakit tioird juga bisa memengaruhi metabolisme kalsium, fosfor dan magnesium di dalam tubuh. Biasanya meningkat osteoporosis lebih tinggi," tuturnya.
Di luar dari kelompok berisiko, penurunan masa tulang umumnya berjalan secara natural, seiring berjalannya usia.