TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan muncul kontroversi soal olahan tembakau sebagai zat berbahaya yang disamakan seperti narkotika.
Hal ini tertuang dalam RUU Kesehatan yang tengah dibahas DPR.
Dewan Pakar Syarikat Islam, Firdaus Syam mengatakan Indonesia selama ini sudah punya regulasi soal pertanian tembakau dan produk hasil olahannya.
Kebijakan itu tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Selain itu pemerintah juga dinilai sudah bijak dan konsisten dengan tak menyetujui bergabung sebagai negara anggota Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Namun kata dia, revisi aturan-aturan dan kontroversi klausul tembakau serta olahannya disamakan seperti narkotika dalam RUU Kesehatan seolah menunjukkan adanya upaya memasukkan unsur-unsur FCTC ke dalam aturan nasional.
"Jadi tiba-tiba muncul keheranan ada apa. Kok telah ada peraturan pengelolaan tembakau namun muncul RUU yang isinya justru berbeda. Apa ada faktor tekanan dari negara lain karena tidak punya pertanian tembakau?" kata Firdaus kepada wartawan, Kamis (13/4/2023).
Ia menyebut asumsi tersebut wajar muncul lantaran pertanian tembakau dan produk olahannya bukan jenis baru yang dikonsumsi sehari-hari di Indonesia.
Terlebih tembakau dan olahannya sudah banyak berandil terhadap ekonomi, namun kini disetarakan seperti zat ilegal berbahaya.
"Sekarang tembakau dan olahannya dianggap sama bahayanya dengan narkoba, jadi membingungkan. Bisa saja perkiraannya ada negara lain terganggu karena tidak punya pertanian tembakau yang unggul," ucap dia.
Baca juga: Tolak 20 Pasal dalam RUU Kesehatan, PDGI: Rawan Kriminalisasi Nakes
Firdaus menuturkan imbas revisi kebijakan ini dapat berdampak pada petani tembakau dan pekerja olahannya kehilangan penghasilan.
Pasalnya mereka akan berpikir bahwa bertani tembakau dan usaha olahannya dapat berisiko hukum.
"Bila akhirnya tembakau dan olahannya dianggap sama seperti narkoba, tidak ada yang mau lagi bertani tembakau dan mengolahnya sebab berisiko hukum. Lantas petani tembakau kehilangan pekerjaan," ungkap Firdaus.
Baca juga: Penyetaraan Tembakau dengan Narkoba di RUU Kesehatan Dinilai Berdampak Buruk ke IHT
Sebagai informasi Omnibus Law Kesehatan masuk dalam RUU prioritas inisiatif DPR dan telah ditetapkan pada Februari 2023.
Belakangan muncul perdebatan tentang hasil olahan tembakau karena disamakan dengan narkotika dan zat psikotropika ilegal.
Penjabaran mengenai itu masuk dalam RUU Kesehatan pasal 154 ayat (3) bahwa zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.