Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anak yang terdiagnosis stunting, sudah terbilang terlambat dan sulit ditangani untuk jadi normal.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta sekaligus Praktisi Kesehatan Masyarakat, Ngabila Salama.
"Artinya sangat terlambat seperti kanker stadium empat yang sudah sulit diterapi dan diperbaiki kondisinya untuk menjadi normal," ungkapnya pada Tribunnews, Kamis (29/6/2023).
Stadium satu, ditandai dengan Weight Faltering adalah kenaikan berat badan yang tidak cukup.
Yaitu di bawah rata-rata dari kenaikan berat badan minimal setiap bulannya
Stadium kedua, gizi anak kurang. Stadium tiga, anak alami gizi buruk. Setelah melewati stadium tiga, barulah ke stadium terakhir yaitu stunting.
Lebih lanjut, Ngabila mengungkapkan jika stunting dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein hewani yang cukup.
Bukan dari biskuit yang banyak mengandung karbohidrat dan gula.
Setidaknya ada empat kunci mencegah stunting di Indonesia
Pertama, konsumsi protein hewani cukup dan kurangi konsumsi rokok.
Kedua, siapkan fisik dan mental calon ibu.
Ketiga, imunisasi rutin lengkap. Imunisasi lengkap dengan anak gratis untuk setiap anak untuk mencegah penyakit menular.
Keempat, deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu per bulan.
Selain itu ia pun menghimbau pada orangtua untuk mengurangi bahkan berhenti merokok.
Satu batang rokok bisa membeli satu butir telur sebagai sumber protein hewani.
Di sisi lain, rokok juga memberikan dampak yang berbahaya pada anak.
Dampak perokok pasif baik dari asap atau sisa asap di baju dan benda lain sama-sama berbahaya.
Selain itu, rokok elektrik juga sama berbahaya.
Baca juga: Dorong Pencegahan Stunting, Warga LDII Gerakkan Ekonomi Rp 652 Miliar untuk Kurban
"Semoga lancar Indonesia menuju Generasi Emas 2045," pungkasnya.