TRIBUNNEWS.COM - Beberapa penelitian terbaru mengungkapkan bahwa Bisphenol A (BPA) dapat membahayakan janin. Berbagai negara pun sudah mengambil tindakan atas penggunaan BPA pada kemasan plastik, makanan kaleng dan polikarbonat.
Penelitian dari Columbia University Mailman School of Public Health mengatakan janin rentan terhadap dampak negatif bahan kimia berbahaya BPA yang sering terdapat pada kemasan plastik, seperti pada botol bayi, botol minum, galon air, wadah penyimpanan makanan, hingga lapisan makanan kaleng.
Bahaya BPA pada janin seperti risiko perkembangan otak abnormal, masalah perilaku dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Bahkan, risiko keguguran dan persalinan prematur pada perempuan hamil juga meningkat karena penggunaan bahan kimia BPA ini.
Oleh karena itu, sudah banyak negara telah mengambil langkah untuk melarang atau membatasi penggunaan BPA pada kemasan makanan.
Banyak negara telah mengambil langkah untuk melarang atau membatasi penggunaan BPA pada kemasan makanan dan minuman.
Baca juga: Riset Menunjukan Bahaya BPA Bisa Tingkatkan Potensi Obesitas pada Anak dan Remaja
Seperti Prancis, yang mulai melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan sejak 2015 karena kekhawatiran terhadap efek negatifnya terhadap kesehatan manusia terutama pada janin dan bayi. Larangan ini didasarkan pada temuan penelitian yang menunjukkan paparan BPA bisa mengakibatkan masalah perkembangan dan kesehatan yang serius.
Salah satunya dari Badan Keamanan Pangan di Prancis (ANSES), yang juga tegas memperingatkan bahaya BPA pada janin ibu hamil. Menurut ANSES, BPA bisa mengakibatkan janin bayi dalam kandungan terkena kanker payudara di kemudian hari.
ANSES pun terus meminta perempuan hamil menghindari kemasan makanan kaleng atau meminum air kemasan plastik keras polikarbonat karena merupakan sumber BPA.
’’Perempuan hamil yang terkena paparan BPA menimbulkan risiko bagi kelenjar susu pada bayi yang belum dilahirkan,’’ demikian pernyataan ANSES.
Upaya ANSES melarang ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan yang mengandung BPA didukung sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Health Perspectives pada tahun 2014, yang menemukan adanya hubungan antara paparan BPA pada wanita hamil dengan peningkatan risiko kanker payudara pada keturunannya nanti.
Negara-negara lain yang melarang penggunaan BPA
Tidak hanya Prancis, negara-negara lain juga mulai melek terhadap bahaya penggunaan BPA pada kemasan makanan dan minuman, khususnya untuk ibu hamil dan anak-anak.
Salah satunya Kanada, yang sudah melarang penggunaan BPA dalam botol bayi dan peralatan makan anak-anak sejak 2010 silam. Langkah ini diambil setelah penelitian menunjukkan bahwa paparan BPA dapat menyebabkan gangguan hormon dan masalah reproduksi.
Sementara Belgia, juga sudah melarang penggunaan BPA dalam produk bayi dan anak-anak sejak 2011, karena keprihatinan terhadap potensi efek hormon yang merugikan dan risiko kesehatan terkait. Negara Eropa Barat ini melarang berdasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa BPA dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan masalah perkembangan seksual.
Baca juga: Diminati Masyarakat, Penjualan Galon BPA Free Terus Bertumbuh
Bergeser ke Eropa Utara, Denmark juga menjadi negara yang sudah melarang penggunaan BPA sejak 2010, terutama pada botol bayi dan tempat makanan anak-anak, karena keprihatinan pada potensi efek negatif terhadap kesehatan anak-anak.
Kemudian salah satu negara di Samudera Pasifik, Selandia Baru juga sudah melarang penggunaan BPA sejak 2011. Negara tetangga Australia itu mengambil langkah ini setelah penelitian yang dilakukan menunjukkan paparan BPA bisa berefek negatif pada perkembangan otak, gangguan hormon dan risiko kanker pada ibu hamil dan juga anak-anak.
Di Asia sendiri, tidak perlu jauh-jauh, negara tetangga Indonesia yakni Malaysia ternyata juga sudah melarang penggunaan BPA pada botol bayi dan peralatan makan anak-anak sejak 2012 lalu. Malaysia melarang penggunaan BPA ini berdasarkan pada bukti ilmiah yang menjelaskan hubungan antara paparan BPA dan gangguan hormonal serta risiko kesehatan ke depannya.
Indonesia sendiri belum ada regulasi soal label BPA
Tidak hanya Malaysia, negara-negara Asia lainnya, seperti Filipina, Singapura dan China pun sudah memiliki regulasi khusus penggunaan BPA pada produk kemasan pangan terutama bagi ibu hamil dan anak-anak.
Sementara di Indonesia sendiri, masih belum ada regulasi yang mengatur secara khusus pelabelan BPA pada produk kemasan pangan. Masyarakat tentu menunggu ketegasan pemerintah, guna menyelamatkan generasi mendatang dari ledakan bencana kesehatan jika memang penggunaan BPA berefek negatif.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bukannya tutup mata pada potensi bahaya penggunaan BPA pada kemasan minuman dan makanan. Upaya pengembangan bahan alternatif yang lebih aman juga terus dilakukan.
Baca juga: Paparan BPA Ancam Kesehatan Bayi, Dokter PDUI: Sebisa Mungkin ‘BPA Free’
“BPA bisa memicu berbagai masalah kesehatan otak dan kelenjar prostat pada bayi dan anak, selain juga dipercaya bisa memicu perubahan perilaku anak," kata Cucu Cakrawati Kosim, Pelaksana Harian Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, dalam keterangan tertulisnya.
Cucu Cakrawati Kosim juga mengatakan sejumlah penelitian terbaru juga menunjukkan BPA pada kemasan dapat terurai dan masuk ke dalam produk pangan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh ahli dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Anwar Daud di kesempatan berbeda.
Anwar Daud memaparkan sejumlah studi biomonitoring yang menunjukkan paparan BPA melebihi ambang batas telah berdampak negatif pada kesehatan manusia.
"Sebagai contoh, beberapa studi epidemiologi melaporkan peningkatan kadar urin yang berhubungan dengan obesitas, gangguan kesuburan, dan penyakit kardiovaskular," kata Anwar dalam keterangannya.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, sebagai xenoestrogen (tipe senyawa kimia yang mengimitasi estrogen-hormon seksual yang berperan dalam perkembangan sistem reproduksi dan karakter seks sekunder), BPA menjadi fokus perhatian para ahli terkait perkembangan sejumlah penyakit.
"Beberapa studi epidemiologi melaporkan bahwa peningkatan kadar BPA pada urin, berhubungan dengan obesitas, gangguan kesuburan, dan penyakit kardiovaskular. Paparan BPA juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker," pungkasnya.