Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 ungkap satu dari tiga anak Indonesia berisiko mengalami anemia.
Anemia adalah kondisi ketika darah tidak memiliki sel darah merah sehat yang cukup.
Baca juga: Menko PMK Ajak Kaum Perempuan Cegah Stunting dan Anemia Demi Generasi Unggul dan Berkualitas
Padahal, anak yang mengalami anemia dan tidak segera mendapatkan penanganan bisa memengaruhi perkembangan otak anak.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden Indonesian Nutrition Association (INA) Dr. dr. Luciana B. Sutanto, MS, SpGK(K).
"Ada dampaknya pada perkembangan otak anak saat anemia," ungkapnya pada Media Gathering Bersama Cegah, Optimalkan Kognitif Generasi Maju, diselenggarakan Danone Indonesia dan PT Sarihusada Generasi Mahardhika, Kamis (31/8/2023).
Menurut dr Luci, dampak dari anemia akan berjalan terus.
Terutama pada anak usia 2-5 tahun, di mana perkembangan otak masih terjadi.
Pada usia tersebut, kata dr Luci sebesar 90 persen perkembangan otak masih terbentuk.
Saat anak sudah berusia lima tahun, perkembangan otak memang telah terbentuk.
Namun menurut dr Luci, situasi ini belum sepenuhnya aman.
"Jika anak tetap anemia (akibatnya) letih, lunglai, pelupa dan lain-lain, bisa terganggu pelajarannya (di sekolah)," tutup dr Luci.