Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melengkapi imunisasi pada anak kerap terkendala pada izin orangtua.
Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang Anak dan Magister Sains Psikologi Perkembangan Prof. dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, terdapat survei terkait hal ini.
Baca juga: Kemenkes Kenalkan Imunisasi Japanese Encephalitis untuk Cegah Radang Otak
Di Indonesia terdapat 6-7 survei yang menunjukkan persepsi masyarakat terkait imunisasi pada anak.
Pada persepsi ibu, penolakan imunisasi berangkat dari berbagai alasan.
Pertama, tidak tahu bahaya dari penyakit jika anak tidak lakukan imunisasi.
"Pada ibu, satu tidak tahu bahaya penyakitnya. Seolah imunisasi tugas rutin saja. Padahal melindungi peyakit berbahaya," ungkap dr Soedjatmiko di bilangan Jakarta, Selasa (7/10/2023).
Kedua, ibu sudah tahu bahaya penyakit tapi jadwal imunisasi tidak diketahui.
Kadang kala petugas kurang jelas memberikan informasi.
Ketiga, sudah tahu bahaya peyakit hingga tahu jadwalnya.
Namun tidak diperbolehkan oleh mertua dan suami
Dan terkadang, kedua orang inj tidak mengerti bahaya penyakitnya.
Menurut dr Soedjatmiko, pemerintah hingga tenaga kesehatan perlu melakukan langkah pendekatan.
"Lakukan pendekatan. Jangan menyalahkan, karena ketidaktahuannya," tegas Soedjatmiko.
Selain pada ibu, ia menganjurkan untuk melakukan pendekatan dengan suami atau ayah dari sang anak.
Ayah biasanya tidak tahu manfaat vaksin karena jarang mengikuti penyuluhan.
"Kelompok bapak sama, jarang ada ikut penyuluhan begini. Karena tidak tahu bahaya penyakit," jelasnya.
Pemerintah dan tenaga kesehatan, kata dr Soedjatmiko jangan langsung memberikan justifikasi.
"Mulailah bertanya, apa problemnya," pungkasnya.