Lebih lanjut, Nadia mengimbau pada masyarakat untuk menerapkan anjuran WHO untuk mencegah penyakit ini. Seperti melakukan vaksin influenza, pakai masker, mengatur jarak, cuci tangan hingga memastikan sirkulasi udara yang baik di dalam ruangan.
"Untuk obat sih kita Mycoplasma tersedia ya. Jadi tidak ada masalah," ujar Nadia.
Terpisah, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Eka Hospital BSD Tangerang Selatan, Rudy Kurniawan memastikan ada kemungkinan Indonesia bisa ikut terjangkit wabah tersebut. "Kalau ditanya kemungkinan terjadi ya bisa aja," kata Rudy Kurniawan.
Namun sejauh ini menurut Rudy jika organisasi kesehatan dunia atau WHO belum mengeluarkan pernyataan darurat atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) terkait wabah pneumonia misterius tersebut.
"Tapi kan WHO belum mengeluarkan stateman ini jenisnya apa variannya seperti apa, bukan seperti yang kaya dulu covid ya," ujar Rudy.
Sehingga masyarakat kini perlu untuk tetap menjaga kesehatan untuk mencegah risiko pneumonia. "Jadi menurut saya tetap kita harus jaga kesehatan. Terus mencegah penularan paling penting," ujar Rudy.
"Kita tunggu saja untuk pernyataan resmi Who seperti apa tapi kota sebagai masyarakat umum sama secara general tetap jaga kesehatan kalau kita enggak yakin lagi enggak sehat di tempat umum pakai masker dan salah satunya vaksinasi," ujarnya.
Gejala Pneumonia
Seorang warga Beijing bernama Wei mengatakan dari mereka yang terkena pneumonia tidak menunjukkan gejala. "Mereka tidak batuk. Mereka hanya mengalami suhu tinggi (demam) dan banyak yang mengalami bintil paru," ujar Wei dikutip Sky News kemarin.
Sebuah rumah sakit anak-anak di Beijing, China mengatakan kepada media pemerintah CCTV bahwa setidaknya ada 7.000 pasien dirawat di rumah sakit tersebut setiap hari. Jumlah tersebut sudah melebihi kapasitas.
Rumah sakit anak terbesar di dekat Tianjin juga dilaporkan menerima lebih dari 13.000 anak-anak di unit rawat jalan dan gawat darurat dalam satu minggu.
Pihak berwenang China mengatakan peningkatan penyakit pernapasan sebagian disebabkan oleh pencabutan pembatasan pergerakan terkait Covid-19.
Pada musim dingin tahun lalu setelah tindakan pandemi covid-19 dicabut di Inggris juga sempat terjadi lonjakan penyakit termasuk flu, RSV, dan strep A, karena orang-orang lebih banyak berbaur setelah musim dingin ketika penyakit dapat ditekan dengan tinggal di rumah dan memakai masker.
Sementara China mencabut pembatasan pergerakan manusia terkait pandemi Covid-19 jauh lebih lambat dibandingkan banyak negara lain, dengan menghapuskan aturan pengujian dan isolasi pada bulan Desember tahun lalu.
Pihak berwenang juga mengatakan lonjakan ini disebabkan oleh penyakit yang diketahui beredar di China, termasuk flu, RSV, Covid-19, dan pneumonia mikoplasma, yaitu infeksi bakteri umum yang biasanya menyerang anak-anak.
"Cuaca dingin juga berperan. Ketika suhu turun drastis di Beijing, di China utara, ibu kota tersebut memasuki musim penyakit menular pernapasan yang tinggi," ujar Wang Quanyi, Wakil Direktur dan Kepala Ahli Epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Beijing.