TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Paling sering menyerang kelompok usia produktif, sehingga mortalitasnya menyebabkan beban ekonomi dan sosial terhadap masyarakat.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kematian di Indonesia akibat penyakit Kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk per tahun, yang terdiri dari stroke 331.349 kematian, penyakit jantung koroner 245.343 kematian, penyakit jantung hipertensi 50.620 kematian, dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Di Indonesia, berdasarkan data BPJS pada November tahun 2022 menunjukkan biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit jantung dan pembuluh darah menghabiskan hampir separuh dari total biaya, sebesar Rp 10,9 Triliun dengan jumlah kasus 13.972.050.
Karena itu berbagai inovasi di bidang kesehatan untuk mengatasi jantung terus dilakukan. Salah satunya produk alat kesehatan inovatif karya anak bangsa Non-Invasive Vascular Analyzer(NIVA).
Alat deteksi dini risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) berbasis teknologi tersebut mampu mengukur 15 parameter kesehatan kardiovaskular termasuk kekakuan arteri, tekanan darah sentral,dan fungsi endotel.
NIVA juga bisa mendukung program kesehatan pemerintah dalam hal pencegahan dan deteksi dini penyakit kardiovaskular.
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian utama di Indonesia. Deteksi dini diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut serta mengurangi kebutuhan perawatan medis yang cukup mahal (kuratif).
Terkait hal tersebut PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD), menjalin kolaborasi dengan PT Selaras Medika Digital Indonesia (SMDI) untuk mendistribusikan NIVA yang merupakan karya Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI-ITB).
"Merupakan suatu kehormatan bagi KFTD dapat berkolaborasi dengan SMDI, perusahaan yang memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan produk inovatif hasil karya akademisi di Indonesia," ujar Direktur Utama KFTD, Djagad Prakasa Dwi Alam dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (6/6/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama SCNP Richard Ong mengatakan bahwa manajemen bangga dapat bekerja sama dengan ITB dalam menciptakan produk alat kesehatan yang bernilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) signifikan.
“NIVA adalah bukti nyata bahwa Indonesia mampu menghasilkan produk kesehatan yang unggul dan berdaya saing global," ujar Richard.
Guru Besar ITB Prof. Tati Mengko perwakilan penemu (inventor) NIVA dari ITB menuturkan, sebagai seorang periset dan akademisi, melihat hasil penelitiannya dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat, adalah suatu prestasi dan kebanggaan tersendiri.
NIVA merupakan bukti bahwa Indonesia mampu menghasilkan inovasi teknologi kesehatan yang unggul dan mampu bersaing secara global.
“Dalam proses riset dan pengembangan NIVA, sebelumnya ITB beberapa kali berkolaborasi dengan industri untuk produksi alat kesehatan, namun belum terwujud. Bersama SCNP, hal itu terwujud dalam suatu segmen usaha khusus di SCNP, yaitu divisi alat kesehatan yang berkembang secara ekstensif, terutama melalui kerja sama dengan KFTD,” kata Prof. Tati.
Dokter Jetty Sedyawan, spesialis jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan sebagai anggota PERKI, menekankan pentingnya deteksi dini dan pencegahan penyakit kardiovaskular (PKV). NIVA, alat kesehatan non-invasif yang terjangkau, menjadi solusi inovatif dari PERKI.
NIVA tidak hanya akurat dan mudah digunakan, tetapi juga mampu mendeteksi risiko PKV di luar faktor risiko tradisional (seperti kadar lemak, gula darah, tekanan darah tinggi, merokok, obesitas). Dengan menganalisis elastisitas, kekakuan dan penyempitan pembuluh darah perifer,
NIVA dapat memprediksi risiko serangan stroke dan jantung dalam 5 tahun ke depan. Melalui konsep "Beyond the Cuff", NIVA memberikan informasi berharga tentang kesehatan kardiovaskular sebelum serangan tiba.
Pemeriksaan ini juga dapat mengungkap "usia pembuluh darah" yang mungkin lebih tua atau lebih muda dari usia sebenarnya. Riset dan pengembangan dilakukan bersama oleh Tim Biomedik ITB dan Alm. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), dan diproduksi oleh SCNP serta didistribusikan oleh KFTD.