TRIBUNNEWS.COM - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), khususnya Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara, mendukung upaya menggiatkan gerakan makan ikan berkelas. Jenis ikan berkualitas ini sebagian besar justru menjadi komoditas ekspor.
Pentingnya makan ikan berkelas ini menjadi salah satu bahasan dalam kegiatan Pelatihan Teknis Bagi Tenaga Pelaksana dalam Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara, berlangsung di Kabupaten Kolaka, Selasa (16/7/2024) dan masih berlangsung hingga Rabu (17/7/2024).
Pada Selasa, selama enam jam pelajaran, panitia kegiatan menghadirkan pemateri Ketua Tim Kerja Halakiemas Perwakilan BKKBN Sultra, Mustakim. Ia membawakan dua materi sekaligus, yakni Pemanfaatan data Keluarga Berisiko Stunting (KRS) dan Implementasi Konvergensi Layanan Tingkat Keluarga dalam PPS.
Saat sesi diskusi berlangsung, ada yang menarik dari pernyataan salah satu peserta. Amirsyam yang merupakan Kepala Puskesmas Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka menyampaikan bahwa sudah sejak lama beberapa negara Asia seperti China, Vietnam, dan Jepang menghimbau warganya makan ikan setiap hari.
Bahkan, di Jepang dapat dikatakan pemerintahnya "mewajibkan" warga negaranya (terutama anak-anak dan generasi muda) setidaknya setiap orang makan ikan yang berkelas sebanyak 2 kg per harinya.
Ikan berkelas adalah ikan yang memiliki kandungan protein tinggi semisal ikan salmon. Menurut sejumlah penelitian, 100 gram ikan salmon mengandung omega 3 hingga 2,018 mg. Omega 3 sendiri merupakan salah satu nutrisi penting bagi otak. Adapun nutrisi lain yang terkandung dalam ikan salmon adalah protein, kalsium, vitamin B12, dan kalium.
Atau ikan tuna, yang merupakan jenis ikan laut yang dipercaya memiliki gizi tinggi. Dalam 100 gram ikan tuna mengandung protein sekitar 24-30 gram. Kandungan protein pada tuna ini pun dapat menjaga jaringan tubuh anak agar berfungsi dengan baik.
Nutrisi lain yang terkandung dalam ikan tuna adalah selenium yang berperan sebagai antioksidan sekaligus melindungi sel darah merah dari radikal bebas. Dan beberapa jenis ikan berkelas lainnya yang semuanya ada dalam lautan Indonesia yang maha luas.
Baca juga: BKKBN: Data Kependudukan Inklusif Bisa Cegah Kematian Ibu dan Anak
"Berkaca dari beberapa contoh negara tersebut, apa tidak bisa Pemerintah Kabupaten Kolaka mengeluarkan kebijkan serupa itu untuk warganya?" tanya Amirsyam menyampaikan harapannya.
Menanggapi pernyataan dan pertanyaan Kepala Puskesmas Wolo tersebut, selaku pemateri, Mustakim sangat setuju dan mendukung penuh keinginan Amirsyam. Bahkan, menurut Mustakim, pendapat semacam itu justru sangat bagus jika ditarik ke level yang lebih tinggi yakni negara atau pemerintah pusat.
"Jika ada kebijakan semacam itu (makan ikan 2 kg/hari bagi tiap warga negara indonesia) dari Presiden, saya optimis 10 atau 20 tahun yang akan datang PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) akan bisa bertarung dalam piala dunia dan bisa masuk 10 besar!" jawabnya dengan sedikit tersenyum tapi penuh optimis.
Persoalannya, selama ini banyak nelayan Indonesia yang menjual hasil tangkapannya (ikan berkelas) ke negara lain. Mustakim sendiri mengatakan, pernah melihat dengan mata kepala sendiri saat menjadi Penyuluh KB selama tiga tahun di Kepulauan Salabangka, Kabupaten Poso (kini masuk wilayah Morowali).
Kala itu ada transaksi jual beli ikan di tengah laut yang dilakukan nelayan Indonesia dengan nelayan asing. Peristiwa itu terjadi sebelum zaman Susi Pujiastuti menjadi Menteri Kelautan yang punya kebijakan menenggelamkan setiap kapal asing yang mencuri ikan di lautan Indonesia.
"Sayang, di saat adanya kebijakan 'tenggelamkan' zaman Ibu Susi yang terkenal itu, tidak dibarengi dengan kebijakan lain agar warga negara Indonesia 'wajib' makan ikan berkelas setiap hari," cetus Mustakim yang disambut hangat seluruh peserta pelatihan.
Jika ada kebijakan semacam itu di Indonesia atau setidaknya di wilayah-wilayah Republik Indonesia yang merupakan daerah pantai dengan mata pencarian penduduknya sebagian besar nelayan, diyakini bisa menekan atau menghapus kebodohan dan stunting yang masih banyak diderita anak-anak bangsa hingga kini.
Ikan berkelas kebanyakan hidup di koloni laut dalam, selain juga di arus air deras. Jenis ikan ini terindikasi tidak terkontaminasi oleh limbah berbahaya, yang biasanya mengotori atau mencemari perairan pantai Indonesia.
Baca juga: Keluarga Berperan Penting Mencegah Anemia dan Stunting