TRIBUNNEWS.COM - Wadah plastik menjadi salah satu produk yang umum digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari wadah untuk makanan, produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), botol susu bayi, dan sebagainya.
Mengingat makanan atau minuman yang kita konsumsi hampir selalu bersentuhan dengan plastik, maka memilih jenis plastik yang relatif aman menjadi upaya yang bijak untuk meminimalkan paparan terhadap kontaminasi bahan kimia berbahaya yang digunakan untuk membuat plastik seperti BPA (Bisphenol A).
Tak hanya masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menaruh perhatian yang sama, terutama untuk kemasan AMDK berbahan plastik polikarbonat. Guna melindungi konsumen dari risiko gangguan kesehatan akibat paparan BPA, BPOM telah menerbitkan regulasi terbaru.
Kebijakan ini resmi berlaku sejak 5 April 2024 dan tertuang pada Peraturan Kepala (Perka) BPOM Nomor 6 Tahun 2024 yang merupakan perubahan kedua dari peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan.
Baca juga: Perkembangan Anak Terancam! Riset Buktikan Paparan BPA Perbesar Risiko ADHD
Dalam peraturan terbaru ini, BPOM menyisipkan perubahan pada dua pasal, yaitu pasal 48A ayat (1) tentang cara penyimpanan pada label AMDK yang wajib mencantumkan tulisan “simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam”.
Kemudian, pasal 61A berbunyi “Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan” pada label’.”
Paparan BPA beresiko terhadap kesehatan mental dan perilaku anak
Perlu diketahui, bahaya paparan BPA terhadap kesehatan tidak bisa dianggap remeh. Sebuah studi berjudul Bisphenol A exposure and children’s behavior: A systematic review dalam Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology yang dirilis tahun 2016 menunjukkan paparan BPA sejak dalam kandungan dan masa kanak-kanak ternyata berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan mental anak.
Studi ini menyoroti pentingnya mengurangi paparan BPA, terutama pada wanita hamil dan anak-anak, untuk mencegah dampak negatif terhadap perkembangan neurokognitif dan perilaku anak.
Penelitian ini dilakukan dengan metode tinjauan sistematis terhadap literatur yang ada, serta mengkaji hubungan antara paparan BPA prenatal (masa sebelum kelahiran) dan masa kanak-kanak dengan perilaku anak-anak hingga usia 12 tahun.
Dari 2811 sitasi dan 11 artikel yang digunakan, dilakukan analisis secara deskriptif. Hasilnya, ditemukan bahwa anak-anak yang terpapar BPA sejak dalam kandungan atau selama masa kanak-kanak cenderung menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.
Baca juga: Ibu Harus Tahu, Ini Bahaya BPA bagi Bumil dan Dampaknya pada Tingkah Laku Anak!
Hal ini dikarenakan BPA bisa masuk ke otak dan memengaruhi perkembangan sistem saraf, yang berperan penting dalam mengatur emosi.
Tak hanya itu, paparan BPA juga dikaitkan dengan peningkatan tingkat hiperaktif dan berbagai masalah perilaku. Anak-anak yang terpapar BPA mungkin lebih sulit untuk fokus, lebih impulsif, dan menunjukkan perilaku agresif.
Lalu, bagaimana zat berbahaya ini bisa membawa dampak buruk pada anak-anak? Ternyata, BPA dapat menyeberangi penghalang darah-otak dan plasenta, yang berarti bisa memengaruhi tubuh bayi bahkan sebelum mereka lahir.
Mengingat bayi dan anak-anak memiliki sistem metabolisme yang belum sempurna, maka mereka tentu akan lebih rentan terhadap efek negatif dari BPA.
Maka dari itu, penting bagi masyarakat untuk memilih produk yang aman untuk kesehatan secara bijak. Dengan kewajiban pelabelan BPA pada regulasi terbaru BPOM, masyarakat pun akan lebih terbantu dalam memilih produk bebas BPA.
Mendukung hal ini, Anggota Pengurus Harian YLKI Tubagus Haryo mengungkapkan, BPOM perlu melakukan beberapa langkah untuk mensosialisasikan peraturan ini dengan tepat. Mulai dari kampanye edukasi, mengadakan seminar, hingga melakukan pengawasan secara rutin di lapangan.
“Agar tidak terjadi kebingungan, BPOM perlu melakukan beberapa langkah penting untuk mensosialisasikan peraturan ini. Mereka bisa mulai dari kampanye edukasi yang masif melalui media sosial, televisi, radio, dan media cetak, serta mengadakan workshop dan seminar untuk produsen dan konsumen tentang bahaya BPA dan pentingnya peralihan ke kemasan BPA-free,” jelasnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (1/7/2024).
Tubagus juga menyampaikan bahwa YLKI menyarankan BPOM untuk bekerja sama dengan asosiasi industri dalam rangka memastikan bahwa produsen memahami dan menerapkan peraturan ini, serta mengintensifkan pengawasan dan inspeksi terhadap produsen untuk memastikan kepatuhan.
“Peraturan ini adalah langkah positif dari BPOM dalam upaya melindungi konsumen dari potensi risiko kesehatan akibat BPA. YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,” pungkasnya. (***Fina***)
Baca juga: Negara Lain Perketat dan Bahkan Melarang BPA, Bagaimana dengan Indonesia?