TRIBUNNEWS.COM – Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 secara resmi mewajibkan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang untuk mencantumkan label bahaya Bisfenol-A (BPA) pada produk mereka.
Sebagaimana diketahui, mayoritas kemasan galon air minum yang beredar di pasaran menggunakan jenis plastik polikarbonat. Biasanya, galon tersebut didistribusikan dengan sistem guna ulang, yang berarti galon kosong dikembalikan ke produsen untuk dibersihkan dan digunakan kembali.
“Penggunaan berulang dari kemasan galon tersebut dapat berpotensi terjadinya migrasi atau pelepasan BPA," kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati dalam rilis yang diterima Tribunnews, Selasa (6/8).
Ema mengatakan, kontaminasi BPA pada galon guna ulang berpotensi terjadi apabila proses pencucian dan distribusi galon dilakukan dengan cara yang tidak tepat.
Misalnya, saat produsen menyemprot galon bekas dengan suhu tinggi, menggunakan deterjen atau menggosok bagian dalam galon hingga tergores, serta membiarkan galon terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama saat pengantaran ke konsumen.
Hal senada turut diungkapkan oleh peneliti polimer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Akbar Hanif Dawam Abdullah.
Menurut Akbar, meskipun penggunaan BPA pada galon polikarbonat menjadikan galon kuat dan tahan panas, tetap ada potensi migrasi BPA dari kemasan ke air minum.
"Selama bahan kemasan dibuat dari polimer polikarbonat, potensi migrasi BPA dipastikan tetap ada. BPA bisa masuk ke dalam tubuh dan mengganggu fungsi kerja hormon," jelas Akbar.
Baca juga: BPOM Tegaskan Pentingnya Pelabelan Bahaya BPA pada Galon Guna Ulang
Langkah BPOM gencarkan pelabelan risiko BPA
Menurut Ema, saat ini masyarakat sudah bisa mengakses langsung Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan via website lembaga.
Perlu diketahui, regulasi ini menambahkan dua pasal baru terkait Label Pangan Olahan, yakni kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48 a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat (Pasal 61 a).
Nantinya, saat masa tenggang (grace periode) penerapan aturan tersebut berakhir pada 2028, produsen yang menggunakan kemasan polikarbonat wajib menyertakan label peringatan "Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan".
Aturan tersebut berangkat dari temuan pada tahun 2021-2022 yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan peluruhan BPA pada galon air minum, dengan lima provinsi tercatat memiliki angka migrasi BPA yang melebihi batas aman.
Otoritas keamanan pangan internasional pun telah memperketat batas aman paparan BPA. Sebagai contoh, European Food Safety Authority pada April 2023 menurunkan nilai Tolerable Daily Intake (TDI) untuk BPA menjadi 0,002 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Guna mempertegas penerapan pelabelan risiko BPA, BPOM berkomitmen akan mensosialisasikan peraturan terbarunya kepada seluruh pemangku kepentingan.
"BPOM akan mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan keamanan dan mutu air minum dalam kemasan melalui pemenuhan ketentuan pelabelan dan komitmen untuk melakukan penanganan galon yang baik di sarana produksi dan distribusi,” papar Ema.
Ema juga menyoroti pentingnya monitoring mandiri oleh industri terhadap keamanan kemasan dan proses produksi. Langkah ini termasuk dalam upaya konsisten menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) untuk melindungi konsumen.
Selain itu, Ema mengatakan bahwa juga akan menggandeng kementerian/lembaga terkait untuk melaksanakan edukasi ke masyarakat terkait penanganan produk air minum dalam kemasan di tingkat rumah tangga.
Kebijakan pelabelan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko BPA, khususnya bagi konsumen air minum dalam kemasan yang mencapai 50,2 juta orang, atau sekitar 18 persen dari populasi Indonesia pada tahun 2020.
Dengan volume produksi air galon yang mencapai 21 miliar liter per tahun, pelabelan ini menjadi langkah penting dalam upaya perlindungan kesehatan publik di Indonesia.
Baca juga: BPA Ancam Kesehatan, BPOM Wajibkan Penyesuaian Label AMDK lewat Regulasi Terbaru