Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) mendukung langkah pemerintah yang melayangkan nota protes kepada Kerajaan Arab Saudi atas eksekusi hukuman mati WNI bernama Muhammad Zaini Misrin Arsyad hari Minggu (18/03/18). Pemerintah didesak agar mempercepat negosiasi bilateral sebagai tindak lanjut nota protes tersebut agar dapat disepakati sistem perlindungan lebih kuat bagi WNI di Saudi.
Demikian disampaikan Ketua Umum APJATI Abdullah Umar Basalamah melalui siaran pers kepada media massa di Jakarta, Kamis (22/03/2018).
“Kami semua berduka dan menyesalkan atas peristiwa ini. Kami berharap Misrin ini yang terakhir dieksekusi. Semoga tidak ada lagi WNI kita yang dihukum mati di sana. APJATI mendukung penuh langkah pemerintah yang mengirimkan nota protes. Dan kami mohon langkah pemerintah tidak berhenti di sini. Pemerintah perlu secepatnya melakukan high level diplomacy kenegaraan kepada Saudi agar bisa disepakati perjanjian perlindungan yang lebih kuat bagi WNI di sana,” harap pengusaha yang akrab disapa Ayub ini.
Saat ini terdapat jutaan WNI yang tinggal di Saudi, sebagai pekerja maupun pelajar. Sebagian dari mereka rentan terhadap masalah-masalah hukum. Setidaknya ada 20 orang WNI di Saudi yang saat ini terancam hukuman mati. Dalam tiga tahun terakhir pelaksanaan hukuman mati di Saudi cenderung meningkat, seiring proses transisi kekuasaan Raja Salman kepada Putra Mahkota.
Menurut data organisasi hak asasi internasional Human Right Watch dan Reprieve, Saudi telah mengeksekusi terpidana mati terhadap 355 orang dari berbagai negara akibat tindak kejahatan sejak Agustus 2015 sampai dengan Maret 2018. Dari jumlah itu, terdapat dua WNI, yakni Zaenab yang dieksekusi tahun 2015 dan Zaini Misrin yang dieksekusi 18 Maret kemarin.
Merujuk data dari Kementerian Luar Negeri RI, sejak tahun 2011 sampai 2018, teradapat 100 WNI terancam hukuman mati di Saudi. Pemerintah berhasil membebaskan 79 orang, sehingga sekarang masih terdapat 20 WNI yang ditangani pemerintah untuk dibebaskan.
“Pemerintah berhasil membebaskan 79 WNI dari hukuman mati di Saudi. Ini wujud negara hadir melindungi warga negaranya. Ini juga berkat pemerintah ke dua negara yang terus membina hubungan persaudaraan yang harmonis. Masih ada 20 WNI yang terancam hukuman mati di sana. Karena itu kami berharap pemerintah secepatnya melakukan negosiasi bilateral untuk perlindungan menyeluruh WNI di Saudi. Jangan sampai terlambat. Jangan sampai ada yang dieksekusi lagi. Dan perlu dicegah agar tidak muncul kasus-kasus pidana mati yang baru,” tegas Ayub.
Ayub sependapat bahwa munculnya masalah hukum yang melibatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Saudi merupakan akibat (residu) dari sistem tata kelola penempatan dan perlindungan TKI yang buruk pada masa lalu.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan RI Muh Hanif Dhakiri menyampaikan kasus pidana yang melibatkan PMI seperti kasus Misrin dan kasus-kasus sejenisnya merupakan residu dari kebijakan tata kelola penempatan dan perlindungan TKI pada masa lalu, yakni sebelum era reformasi. Karena itu, menurut Hanif, salah satu pekerjaan rumah yang terus dilakukan pemerintah adalah memperkuat negosiasi bilateral kepada negara-negara tujuan PMI bekerja agar dapat diwujudkan sistem tata kelola dan perlindungan yang lebih baik lagi.
“Pemerintah terus melakukan negosiasi bilateral ke negara-negara tujuan PMI bekerja agar dapat diciptakan sistem tata kelola dan perlindungan PMI yang lebih baik. Sehingga ke depan resiko migrasi dapat terus ditekan dan penangan masalah yang ada lebih efektif,” tegas politisi muda NU ini. (*)