Isu ketenagakerjaan tak bisa lagi ditaruh di pinggiran, untuk mengurangi eksploitasi tenaga kerja di sektor perikanan. Posisinya harus digeser ke tengah, menjadi prioritas bersama pemerintah dan negara-negara di kawasan. Standar dan norma kerja layak (decent work) harus diterapkan secara efektif. Tanpa itu, sektor perikanan akan sangat rentan dengan pelbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja dan bahkan perbudakan.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat membuka Consultative Forum on Regional Cooperation Against Human Trafficking, Labour Exploitation and Slavery at Sea di Denpasar, Bali hari ini (27/3/2018). Forum yang digelar Kementerian Koordinator Kemaritiman bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) itu dihadiri wakil-wakil dari unsur tripartit negara anggota ASEAN dan sejumlah negara lain.
Menurut Hanif, perlindungan pekerja sektor perikanan mutlak diperlukan karena sektor ini beresiko tinggi dan rentan terhadap pelbagai bentuk pelanggaran standar dan norma ketenagakerjaan bahkan menjurus kepada eksploitasi tenaga kerja dan perbudakan. Untuk itu diperlukan peningkatan peran pengawas tenaga kerja agar standar dan norma-norma ketenagakerjaan diterapkan secara efektif.
“Operasi kapal ikan itu jauh di laut lepas. Bendera kapal juga macam-macam. Mobilitasnya lintas negara. Proses bisnisnya juga kompleks. Makanya rentan. Penerapan standar dan norma kerja jelas mutlak diperlukan. Demikian pula kehadiran pengawas tenaga kerja di laut,” jelasnya.
Selama ini, menurut Hanif, kehadiran pengawas tenaga kerja di laut terkendala kewenangan, sumber daya dan akses yang terbatas. Karena itu diperlukan peningkatan peran pengawas tenaga kerja untuk memastikan penerapan standar dan norma kerja sesuai ketentuan regulasi nasional dan aturan internasional.
Disamping itu, kerja sama lintas sektor dan lintas negara, khususnya di kawasan, sangat penting untuk memperkuat pengawasan kapal maupun pengawasan tenaga kerja guna mengurangi tingkat eksploitasi pekerja dan memastikan pelaksanaan standar dan norma ketenagakerjaan.
“Dalam konteks Indonesia, salah satu solusinya ya perkuat saja peranan pengawas tenaga kerja. Kasih mereka kewenangan dan kapasitas untuk mensupervisi proses penggunaan tenaga kerja di kapal ikan, termasuk masuk ke lokasi kerja di kapal. Lalu, perkuat kerja sama lintas sektoral dan kerja sama antar negara, terutama di kawasan,” jelas Hanif itu.
Supervisi dari pengawas tenaga kerja, kata Hanif, perlu dilakukan dari tahap rekrutmen tenaga kerja, proses pelatihan dan sertifikasi, hubungan kerja, pengupahan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), jaminan sosial dan hal-hal lain terkait perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Oleh karena itu, harmonisasi kebijakan dan koordinasi pemangku kepentingan terkait sangat penting dan perlu segera direalisasikan.
Hanif menyambut baik forum konsultasi yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Kemaritiman bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) itu. Ia juga berharap forum dapat menghasilkan strategi dan aksi bersama untuk meningkatkan perlindungan pekerja sektor perikanan, memitigasi masalah dan menemukan solusi bersama untuk mewujudkan kerja layak sektor perikanan di kawasan ASEAN. (*)