Seperti daerah lain di Indonesia, Atambua memiliki kreasi manmade berupa kain tenun. Namanya, Tais Belu. Jika kaaian berkesempatan menyaksikan Konser Musik Perbatasan Atambua (KMPA) 2019, jangan lupa mencari Tais Belu ya. Beli dan bawa pulang. Karena tenunannya bisa dijadikan cenderamata.
Konser Musik Perbatasan Atambua 2019akan digeber 8-9 Maret. Dua bintang tamu yang dihadirkan adalah d’Masiv (Indonesia) dan Gerson Oliveira (Timor Leste).
“Atambua sangat kaya. Mereka memiliki culture dan nature yang luar biasa. Begitu juga dengan manmadenya. Seperti Tais Belu. Kainnya indah dengan motif khas. Tais Belu juga sangat kuat di mancanegara. Jadi, Tais Belu adalah cenderamata terbaik saat berkunjung ke KMPA 2019,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani, Sabtu (2/3).
Tais Belu masuk dalam jenis tenun ikat, lotis/sotis, dan buna. Ia memiliki 2 varian besar, yaitu Tais Futus dan Tais Soru. Untuk Tais Futus, ciri khasnya kainnya ikat bersulam. Beda dengan Tais Soru yang berupa kain tenunan pada umumnya. Apapun variannya, Tais Belu identik dengan keseharian hingga busana pesta masyarakat NTT.
Buat pria, Tais Belu memakai tenun putih polos hingga bergaris hitam-putih. Kainnya tanpa rumbagi. Adapun kaum wanita, mereka memakai kain tenun berwarna hitam. Warna Tais punya arti, seperti hitam yang jadi simbol malam, arah utara, dan lambang kaum wanita. Warna merah identik dengan kaum pria. Representasi dari siang dan arah selatan.
“Masyarakat Belu sangat bangga mengenakan kain ini. Tenun itu sudah menyatu dalam kehidupan mereka. Tais selalu dikenakan sehari-hari oleh masyarakat dengan penuh kebanggaan,” kata Rizki lagi.
Tais Belu bermotif kecil dan abstrak. Sebagai gambaran, kaum pria lebih identik dengan Tais bermotif garis vertikal. Ini sebagai makna dari tanggung jawab sebagai kepala dari sebuah keluarga. Namun bila dilihat dari jenisnya, Tais Belu terbagi Surolos, Nee Latek, dan Foit. Untuk Surolos adalah tenunan biasa putih polos. Tais Nee Latek berbentuk tenun hitam putih.
“Ada beragam jenis Tais yang dihasilkan. Mulai dari selendang, kain, hingga berbentuk sarung. Semua bentuk yang ditawarkan unik. Yang jelas, wisatawan juga bisa belajar singkat cara membuat Tais yang luar biasa ini,” tutur wanita yang biasa disapa Kiki itu.
Untuk jenis Tais Foit, terdiri atas 4 varian. Sebut saja tenun cungkil Dadonan Mesak (Cungkil 1 Lidi), Oa Tonan Rua (Cungkil 2 Gigi), dan Amarasi dengan Motif Isin (Mata Tombak). Ada juga Tais Foit Karau Ukur (Tanduk Kerbau) dan Tais Marobo atau motif Sasuit (Sisir).
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani mengatakan, Tais Belu warisan terbaik.
“Mengekplorasi Tais Belu tentu menjadi experience terbagi para pengunjung KMPA 2019. Wisman bisa mendapatkan banyak pengetahuan baru dari kain legendaris ini. Tais Belu merupakan warisan terbaik. Sentra-sentra perajin Tais Belu juga tidak jauh dari venue KMPA 2019,” kata Ricky.
Sukses bertahan hingga saat ini, pembuatan Tais Belu tetap menggunakan metode tradisional. Tenun tersebut bahkan tetap menganut konsep eco-fashion. Pewarnaannya saja masih dilakukan secara alami. Komposisi pewarnaan dihasilkan dari daun jati, batang mahoni, traum (indigo vera), daun suji, kunyit, dan akar mengkudu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, Tais Belu sebuah peradaban.
“Tais Belu menjadi daya tarik wisata menarik dari Atambua. Tenun ini berhasil melewati seleksi alam dan bertahan hingga saat ini dengan nuansa tradisionalnya. Hanya karya terbaiklah yang bisa bertahan lama dan karakter ini dimiliki Tais Belu. Kami tunggu Anda di Atambua. Selain bergembira di KMPA, Kita juga bisa mengekplorasi peradaban dari Tanah Timor ini bersama,” tutupnya. (*)