“Presiden Jokowi memang endorser utama Pesona Indonesia dan Wonderful Indonesia,” ungkap Arief Yahya.
Momentum yang paling terasa adalah tatkala Gunung Agung erupsi di akhir 2017 lalu. Ketika semua panic, wisman ke Bali drop, karena travel advice atau travel warning. Sampai-sampai bandara pernah sehari ditutup karena debu vulkanik erupsi itu dibawa angin ke arah Selatan.
“Menjawab keraguan travellers dari seluruh dunia, Presiden Jokowi justru mengajak Rapat Terbatas Penanggulangan Erupsi Gunung Agung di Bali. Dan setelah acara, beliau jalan-jalan ke Pantai Kuta,” cerita Arief Yahya.
Apa dampaknya? Ketika diunggah di semua channel media, public di seluruh dunia semakian tahu dan yakin bahwa Bali aman dikunjungi. Tidak perlu ragu dan khawatir berwisata ke Bali. Dia mencontohkan, asyik-asyik saja di pantai bersama para turis yang lain, dan semua rombongan.
“Sejak itu, kunjungan wisman dan wisnus datang lagi,” kata Menpar Arief yang lulusan ITB Bandung, Surrey University dan Unpad Bandung itu.
Menjadikan pariwisata sebagai leading sector itu artinya, setiap program pengembangan kepariwisataan yang membutuhkan dukungan Kementerian dan Lembaga lain, wajib disupport. Dan itu sudah ditunjukkan dengan spirit Indonesia Incorporated, baik di infrastruktur jalan, bandara, kehutanan, BUMN, dan lainnya. Karena bergerak bersama lintas sector itulah, yang membuat pariwisata begitu heboh dan terasa impactnya sampai ke bawah.
Keseriusan Presiden Jokowi dengan membangun Jalan Tol Trans Jawa menjadi kunci penting dalam pengembangan destinasi wisata. Jalan sepanjang 1.167 km itu tersambung dari Jakarta hingga Surabaya.
Ke depannya akan diteruskan hingga Banyuwangi. Jalan tol ini pun terintegrasi dengan berbagai bandara hingga pelabuhan di Pulau Jawa. Sekaligus terintegrasi dengan berbagai destinasi yang ada di jalur yang dilaluinya.
Dari sisi Branding, Kemenpar pun sebagai institusi juga semakin ngetop di leval dunia. Lembaga ini sukses merebut The Best Ministry Of Tourism level Asia Pasifik di ajang TTG Travel Awards 2018, lalu The Best Marketing Minister Tourism of ASEAN dari Philip Kotler, seorang suhu marketing kelas dunia.
Secara umum, brand Wonderful Indonesia menduduki posisi ke-47 dunia. Daya saing pariwisata Indonesia atau The Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI), dari 2015 di peringkat 70, melesat naik ke peringkat 50, dan meningkat lagi di posisi 42 pada 2017.
Bahkan The World Travel & Tourism Council (WTTC) menempatkan pariwisata Indonesia dalam 10 besar dunia, tepatnya peringkat ke-9.
Dari sisi penerimaan devisa pariwisata pun meroket tajam. Pada 2016, devisa pariwisata mencapai US$ 13,5 miliar, hanya kalah dari minyak sawit mentah (CPO) sebesar US$ 15,9 miliar. Tahun 2015 lalu, pariwisata masih ada di peringkat keempat sebagai sektor penyumbang devisa terbesar.
Di tahun 2017 dan 2018, sumbangan devisa dari sektor pariwisata naik lagi dan tahun lalu tembus 16,11 M dollar AS. Sektor pariwisata Indonesia sendiri diproyeksikan mampu menjadi penyumbang devisa tertinggi di tahun 2019.
Yang artinya menghasilkan sekitar Rp 280 triliun bagi devisa negara.
Juga, menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019. Lebih jauh, sektor pariwisata diyakini mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih tersebar di seluruh negeri ini.(*)