TRIBUNNEWS.com - Saat ini pasar otomotif Indonesia sudah memasuki era baru. Hal tersebut terlihat, ketika penyelenggaraan GIIAS 2019 lalu.
Di acara tersebut agen pemegang merek (APM) mulai berlomba-lomba memperkenalkan kendaraan listrik ke masyarakat Indonesia. Bahkan di pasar Asia Tenggara, ada APM kawakan yang segaja memperkenalkan kendaraan listrik pertama kali di Indonesia.
Sejalan dengan hal ini, Presiden Jokowi pun sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (mobil listrik) pada tanggal 5 Agustus lalu. Jokowi berharap, Perpres ini bisa mendorong agar pelaku industri otomotif segera membangun industri mobil listrik di indonesia.
Menurut Jokowi, sekitar 60 persen dalam mengembangkan mobil listrik kuncinya ada di baterai. Ia menyebut bahan baku untuk membuat baterai tersebut ada di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.id, edisi 6 Agustus 2019, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, mengatakan kebijakan tentang mobil listrik diharapkan dapat menekan impor minyak mentah sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) akan turun drastis.
Meskipun kendaraan listrik dipercaya dapat menurunkan tingkat polusi udara. Namun ada catatan tersendiri, yaitu produksi listrik harus bersumber dari bahan ramah lingkungan.
Menyikapi hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah membuat rancangan peraturan menteri mengenai kendaraan listrik. Bahkan untuk kendaraan listrik, Kemenhub mengatakan akan berpacu kepada standar Eropa, yaitu UNR 100 untuk roda empat dan UNR 136 bagi roda dua.
“Untuk kendaraan roda empat UNR 100 dan roda dua UNR 136,” ujar Direktur Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, Sigit irfansyah, di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (7/8) lalu.
Dalam aturan tersebut, Kemenhub mengatakan untuk pengujian teknis dan laik jalan kendaraan listrik tidak jauh berbeda dengan pengujian kendaraan berbahan bakar pada umumnya. Namun ada beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam pengujian kendaraan listrik agar laik jalan.
“Untuk uji tipe kendaraan listrik hampir sama dengan kendaraan berbahan bakar minyak. Akan tetapi dilakukan uji tambahan di bagian baterai dan noise-nya,” ujar Sigit.
Ke dua aspek tersebut penting untuk diperhatikan. Pasalnya di bagian baterai, komponen tersebut merupakan salah satu aspek terpenting dari kendaraan listrik. Layaknya bahan bakar minyak, baterai merupakan sumber tenaga dari kendaraan listik.
Melihat pentingnya baterai, Kemenhub ingin menghadirkan baterai yang laik jalan bagi kendaraan listrik. Namun untuk saat ini, baterai di kendaraan listrik hanya mengandalkan report test dari APM.
“Untuk saat ini, kami baru mengandalkan report test baterai dari APM,” ujar Kepala Subdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor, Direktorat Sarana Transportasi Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Dewanto Purnacandra saat ditemui oleh Tribunnews.com di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (01/8) lalu.
Hal tersebut dilakukan karena biasanya APM sudah melakukan berbagai pengujian di pabrikannya masing-masing. Untuk pengujian yang dilakukan APM pun beragam, seperti uji banting, uji rendam, uji bakar, uji cuaca, dan uji lainnya untuk menentukan kualitas suatu baterai.
“Saya pernah menyaksikan langsung mereka (APM) melakukan uji baterai dengan cara dibanting, uji rendam, cuaca dan lainya,” tambah Sigit.
Seperti diketahui, menurut PP No. 55 tahun 2012 pasal 126, kendaraan bermotor yang menggunakan motor listrik selain harus memenuhi ketentuan uji persyaratan teknis dan laik jalan yang ada untuk kendaraan bermotor BBM, juga harus dilakukan pengujian terhadap unjuk kerja akumulator listrik, perangkat elektronik pengendali kecepatan, alat pengisi ulang energi listrik dan uji kebisingan (sesuai PM 33/2018).
Masyarakat tidak perlu khawatir, meskipun mengandalkan report test, Kemenhub tetap selektif dalam melihat baterai untuk kendaraan listrik di Indonesia. Kemenhub juga menambahkan sikap selektif tersebut penting dilakukan guna memberikan keselamatan dan keamanan masyarakat dalam mengendarai kendaraan listrik.
“Kami melihat report dari mereka (APM), jika hasilnya sesuai dengan standar yang berlaku, maka kami akan loloskan,” ujar Dewanto.
Bukan hanya baterai yang mendapatkan perhatian lebih. Karena kendaraan listrik pada umumnya minim dan bahkan tanpa suara, hal tersebut menjadi salah satu perhatian khusus bagi Kemenhub untuk menghadirkan kendaraan yang berkeselamatan dan laik jalan.
Meskipun dapat mengurangi polusi suara, minimnya suara juga tidak baik untuk keselamatan berkendara. Pasalnya jika kendaraan listrik dipacu dengan kecepatan tinggi dan minim suara, akan sangat membahayakan pengemudi dan pengguna jalan lainnya.
“Kalau tidak ada suara (kendaraan listrik) kan bahaya juga jika dipacu dengan kecepatan tinggi,” ujar Dewanto.
Dewanto juga mengatakan jika suatu insiden terjadi, seperti kendaraan listrik terbakar atau peristiwa lainnya terjadi, pemerintah berhak melakukan investigasi secara mendalam terkait hal tersebut. Pasca investigasi pemerintah berhak menentukan sikap, apakah kendaraan tersebut bisa beredar kembali di masyarakat atau tidak.
“Jika suatu insiden terjadi di masyarakat, seperti kendaraan listrik terbakar dan lainnya. Pemerintah berhak melakukan investigasi dan menentukan sikap akan insiden tersebut,” ujar Dewanto.
Selain itu, Kemenhub juga mempunyai master plan terkait pengujian kendaraan listrik laik jalan. Hal tersebut berupa pengembangan peralatan uji untuk melakukan pengujian kendaraan listrik.
Rencananya pengembangan tersebut akan dilakukan di Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) di Bekasi.
“Ke depan kami akan membuat peralatan uji untuk melakukan uji kendaraan listrik,” tutup Dewanto.