Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, kenaikan upah buruh tahun depan masih sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Artinya, kenaikan upah dihitung berdasarkan gaji minimum berjalan dikalikan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun berjalan.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani menyebut, kenaikan upah buruh idealnya setara dengan elastisitas 1 dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.
"Jadi kalau asumsi makronya inflasi adalah 3% dan pertumbuhan ekonomi 5%, maka kenaikan buruh kisaran 8%. [PP 78/2015] masih relatif relevan," tutur Ajib, Kamis (3/10/2019).
Hal senada pun disampaikan oleh Wakil ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang. Menurutnya, kenaikan upah sesuai dengan PP 78/2015 adalah angka yang ideal. Meski begitu, dia mengakui apa yang diatur dalam PP tersebut belum sesuai dengan harapan pengusaha.
"Kita dihadapkan dengan kondisi ekonomi yang melemah, artinya dengan kondisi seperti ini, tidak sesuai dengan harapan kita. Itu memberatkan dunia usaha," tutur Sarman.
Sarman berharap, ke depannya penentuan kenaikan upah buruh disesuaikan dengan produktivitas serta kualitas tenaga kerja. Sementara, yang terjadi saat ini adalah kenaikan gaji dialami oleh setiap pekerja.
"Semua pukul rata, yang punya kompetensi dan tidak, semua naik gajinya," tutur Sarman.(*)