TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan rintisan kolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam rangka menindaklanjuti amanat Presiden Joko Widodo agar sub sektor perikanan budidaya dapat menggenjot produksi.
Sejalan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam 3 (tiga) program terobosan KKP tahun 2021-2024 mencakup peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan tangkap dan peningkatan kesejahteraan nelayan; menggerakkan perikanan budidaya untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang didukung riset kelautan dan perikanan; dan membangun kampung-kampung perikanan budidaya tawar, payau dan laut berbasis kearifan lokal.
Guna penyiapannya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa pihaknya segera menyusun desain dan model pengembangannya.
Ia juga mengatakan bahwa sebagai bentuk komitmen kerja sama antara KKP dan Pemerintah Daerah, telah ditandatangani nota kesepakatan antara Dirjen Perikanan Budidaya dan Bupati Lombok Timur terkait sinergi dalam rangka pengembangan perikanan budidaya.
"Tadi bersama Pemerintah Daerah Lombok Timur kami sepakat untuk saling bersinergi sesuai tugas dan kewenangan kita masing-masing. KKP selalu siap memfasilitasi seluruh akses yang bisa didukung untuk pengembangannya meliputi akses sarana dan prasarana, pendampingan teknologi dan lainnya," jelas Slamet.
Slamet menjelaskan nota kesepakatan tersebut meliputi kawasan pengembangan di Teluk Telong-Elong dan Teluk Ekas.
Adapun ruang lingkupnya yakni sinkronisasi program pembangunan kampung lobster; peningkatan produksi komoditas lobster di kawasan Telong Elong dan Kawasan Ekas; pengembangan dan penerapan teknologi perikanan budidaya; pemberdayaan masyarakat di bidang perikanan budidaya; dan pertukaran data dan informasi.
Penetapan kawasan pengembangan kampung lobster tersebut, menurut Slamet telah mengacu pada Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi NTB.
Ia mengatakan perairan Lombok sangat strategis karena ada dua zona yang saling mendukung yakni zona tangkap BBL (hotspot area) seperti di Teluk Awang-Lombok Tengah dan zona budidaya antara lain di Lombok Timur meliputi Teluk Jukung, Teluk Ekas dan Teluk Seriweh Timur.
Slamet juga menyinggung banyaknya kritik atas rencana kebijakan menyetop ekspor BBL.
"Saya kira kritik itu wajar, tapi yang jelas pak Menteri selalu tegaskan bahwa prinsip pemanfaatan sumber daya perikanan, utamanya lobster harus mengedepankan kepentingan ekonomi dan kelestarian sumber daya. Makanya, pak Menteri tegas menyatakan lawan terhadap aktivitas ekspor BBL ini dan akan mati matian mendorong industri budidaya lobster dalam negeri,” imbuh Slamet.
Kebijakan menyetop perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) ditegaskan Menteri Trenggono saat melakukan serangkaian kunjungan kerja di Lombok, Provinsi NTB beberapa waktu lalu.
Siap Tingkatkan Daya Saing Ekspor Hasil Budidaya
Merujuk pada data yang dirillis International Trade Center/ITC (2020) menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir (2015-2019) Vietnam mencatat pertumbuhan volume ekspor lobster yang signifikan yakni 77,59% per tahun, di mana lonjakan volume ekspor terjadi tahun 2019 yakni 1.120 ton dengan nilai mencapai 24,95 juta USD dan hampir seluruhnya berasal dari hasil budidaya. Ironisnya sekitar 80% benih BBL merupakan hasil importasi dari Indonesia.
Sementara dalam kurun waktu sama, volume ekspor lobster Indonesia mencapai 1.615 ton senilai 33,29 juta USD dengan pertumbuhan rata rata minus (-20,42%) per tahun, di mana olume tersebut didominasi dari hasil tangkapan.
Kebijakan menyetop ekspor BBL dan menggenjot industri budidaya oleh Menteri Trenggono akan memberikan peluang bagi Indonesia untuk merebut pangsa pasar global yang ada.
KKP akan mendorong terobosan pada strategi besar yakni peningkatan produktivitas, efisiensi produksi, penataan tata niaga yang lebih efisien, penegakan hukum aktivitas ekspor BBL.
Keempat strategi ini ditargetkan akan tuntas dalam waktu dekat dan diharapkan memberikan daya ungkit terhadap daya saing kompetitif ekspor lobster Indonesia. Saat ini, pangsa pasar lobster dunia diperkirakan mencapai 4,43 milyar USD dan diprediksi akan terus meningkat.
"Saya kira ini peluang yang bisa ditangkap Indonesia, disaat semua negara mengandalkan pada tangkapan alam, kita akan mulai fokus pada budidaya yang lebih sustain termasuk riset di bidang breeding," tegas Slamet. (*)