Ketua Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA), Nurul Saadah Andriani berpendapat jumlah penderita HIV dan sifilis sesungguhnya lebih banyak daripada yang tercatat saat ini. Karena kelompok yang rentan terkena HIV, menurut Nurul, antara lain perempuan, ibu hamil, dan korban kekerasan seksual yang biasanya tidak terbuka karena takut terkena stigma bila terkait PMS.
Hambatan lain dalam pengobatan HIV, ujar dia, adalah keterbatasan informasi terkait kemudahan akses pengobatan dari sisi pembiayaan maupun ketersediaan fasilitas kesehatan.
Baca juga: Mengapa Orang dengan HIV Rentan Terinfeksi Monkeypox? Begini Kata Dokter
Menurut Nurul, kondisi tersebut harus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan agar hambatan yang dialami kelompok rentan tersebut dapat segera diatasi.
Di sisi lain, Program & Partner Relations Manager Lentera Anak Pelangi, Riama Siringo menilai masih adanya bayi dan anak yang terpapar HIV menunjukkan bahwa upaya pencegahan yang dilakukan selama ini belum optimal.
Lembaga yang dikelolanya tersebut mendorong peningkatan kualitas hidup anak dengan HIV melalui upaya advokasi, proses pengobatan dan pendampingan. Karena anak dengan HIV masih tergantung pada orang tua, sehingga dalam proses pengobatannya juga membutuhkan dukungan pemahaman yang baik dari para orang tua, seperti asupan nutrisi dan pengobatan yang tepat.
Secara umum, menurut Riama, dibutuhkan sistem kesehatan yang mampu memberikan pencegahan dan pengobatan yang menyeluruh terhadap ODHIV di tanah air.
Misalnya, ujar dia, bisa dimulai dari upaya pencegahan melalui peningkatan pengetahuan terkait HIV dan kesehatan reproduksi sejak dini di bangku sekolah, tentu saja informasinya perlu disesuaikan kepada usia peserta didik.
Baca juga: Gejala Sifilis, Ketahui 5 Tahap Perkembangannya dari Primer hingga yang Paling Bahaya
Anggota LSM Yayasan KDS Jepara Plus, Arofiq juga berpendapat terpaparnya bayi dan anak dengan HIV salah satu pemicunya adalah belum adanya kewajiban tes HIV bagi calon pengantin.
Menurutnya, upaya tersebut merupakan tantangan yang harus segera diwujudkan. Sebab, langkah pengobatan untuk anak dengan HIV cukup kompleks. Selain membutuhkan ketersediaan ARV, juga terpenuhinya nutrisi yang baik.
Arofiq menambahkan usai terdeteksi positif, anak dengan HIV juga harus mendapatkan dukungan psikososial dan pendampingan dari lingkungannya. (*)