TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Kalau pria resah oleh pendapatan wanita yang lebih tinggi darinya, penjelasannya tak selalu dengan alasan iri hati atau dendam, begitu pendapat Liza Mundy dalam bukunya The Sex Richer.
Pria dibesarkan dengan sebuah nilai bahwa ia adalah tulang punggung keluarga. Itu sebabnya ia mengambil peran sebagai pencari nafkah utama dengan serius. Pria masih menganggap mencari nafkah sebagai kewajibannya.
Tak heran, mereka merasa harus memberikan kontribusi yang sama banyak atau lebih daripada istrinya, dalam rumah tangga. Tak jarang pula mereka akan menyalahkan diri sendiri ketika mereka merasa tidak mampu.
Sosiolog Ilana Demantas dan Kristen Myers mendapatkan gambaran pola pikir ketika mereka mewawancarai sekelompok orang yang kehilangan pekerjaan selama resesi besar. Banyak yang kehidupannya kini didukung oleh istrinya.
Para pria ini mengerti betapa berharganya memiliki pasangan yang mencintai mereka dan tetap setia dalam kondisi krisis. "Ini berkah, istri saya bekerja dan berpenghasilan bagus," kata seorang responden yang diwawancarai peneliti. "Jika saya tinggal sendiri, saya akan berada dalam kesulitan." Untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka, orang-orang ini membantu dengan cara apapun.
"Saya membantu pekerjaan rumah, karena itulah cara saya berterima kasih" kata salah seorang responden yang lain. Yang lain lagi berkata, "Saya bangun pagi-pagi dan membuat kopi setiap hari untuk Colleen (istrinya), sebelum dia pergi kerja agar ia bisa tidur sedikit lebih lama."
Berkaca pada temuan ini, para penulis penelitian menyimpulkan pria telah tiba di persimpangan jalan psikologis. Krisis ekonomi menyajikan mereka dengan "ruang yang unik" untuk mempertimbangkan kembali segala sesuatu yang mereka percaya tentang peran wanita.
"Responden kami menghargai pekerjaan perempuan penting untuk kelangsungan hidup keluarga mereka," kata mereka. "Alih-alih mengekspresikan kebencian terhadap perempuan tempat bergantung, mereka menyatakan terima kasih dan penghargaan terhadap wanita."
Pria dalam studi masih merasa mereka harus memberikan kontribusi. Mereka sangat terguncang oleh ketidakmampuan mereka untuk menyediakan nafkah. "Ini membuat Anda, atau setidaknya saya, merasa kurang lengkap menjadi pria."
Jadi tak ada iri hati dan kebencian pada wanita yang menjadi tulang punggung keluarga. Yang benar adalah, jika suami terganggu oleh pendapatan istrinya yang lebih tinggi, seringkali itu hanya karena ia khawatir sudah tak berharga lagi. Lebih buruk istri akan pergi, jika mereka tidak mampu memberikan nafkah. (Hesti Pratiwi/Shine)
Klik TRIBUN JAKARTA Digital Newspaper
(Berita, artikel dan foto-fotonya dijamin WOW!)
Baca Artikel Menarik Lainnya
- Pizza Hut Gelar Pizza Maker Juniors 2 jam lalu
- Begini Trik Dewi Lestari Memasarkan Buku 7 jam lalu
- Bentuknya Unik, Stik Mi Ikan Ini Wajib Dirasa Kelezatannya 11 jam lalu
- Montokkan Payudara, Artis Ini Rela Habis habisan di Singapura Senin, 19 November 2012
- Ini Bukti Fashion Indonesia Siap Mendunia Saingi Prancis Senin, 19 November 2012
- Lima Formula Agar Kulit Tak Menua Sebelum Waktunya Senin, 19 November 2012
- Cerdas Memilih Bahan Tirai Senin, 19 November 2012
- Artistry Hadirkan Escape to Paradise Senin, 19 November 2012
- Keunikan Gambar Ilustrator Majalah Ini Begitu Memikat Senin, 19 November 2012