Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Dari Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Effendy Soleman memacu Jukungnya dengan kecepatan penuh. Pendi meninggalkan pelabuhan sangat pagi sekitar pukul 06.30 WIB.
Ia memanfaatkan mesin motor tempel 15 PKnya ketimbang layar, karena ia harus mengejar waktu agar malamnya ia bisa mendekati kota Surabaya, sesuai jadwal yang telah ia susun.
Seperti yang telah diprediksi, angin dan arus berhembus searah dengannya, yakni ke arah Barat. Ombak pun tidak begitu besar, sehingga ia bisa leluasa memacu perahunya dengan kecepatan tinggi ke arah Surabaya.
Saking terburu-burunya, Pendi bahkan tidak menghentikan laju perahunya saat ia menyantap makan siangnya. Menu Pendi siang itu adalah nasi goreng dengan telur dadar, yang ia beli dari salah satu warung di Pelabuhan Panarukan. Ia menyantap habis menu itu sambil jongkok di bagian belakang perahu, dengan memanfaatkan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya erat memegang kemudi perahu.
Laju perahunya baru berkurang ketika ia memasuki perairan Probolinggo, sekitar pukul 14.00 WIB, dimana ia dapati puluhan Hiu Paus (Rhincodon typus) bertebaran di laut. Ia sempat terkejut, karena tidak menyangka akan mendapati pemandangan tersebut. Pasalnya sepanjang perjalanan dari Desa Sangsit, Bali Utara menuju laut Utara Jawa tak satu pun ikan besar ia temui. Padahal laut yang ia lewati sebelum tiba di Probolinggo cenderung lebih bersih dan lebih dalam.
Puluhan Paus Hiu itu timbul tenggelam di permukaan air, sehingga punggunya yang berwarna hitam kebiruan serta bagian tubuhnya yang menampakan motif tutul putih bisa jelas terlihat. Paus Hiu itu bahkan beberapa berenang sangat dekat dengan perahu, dan dapat jelas terdengar Paus Hiu itu mengeluarkan suara seperti orang tersedak. Beberapa Paus Hiu itu ukurannya mendekati ukuran mobil sedan.
Pendi mengaku takut jika Paus Hiu itu tertabrak perahu. Pasalnya jika hal itu terjadi Hiu Paus tersebut bisa saja mengamuk dan mematahkan beberapa bagian perahu. Selain itu baling-baling mesin motor tempelnya juga bisa rusak jika ditabrak oleh Paus Hiu itu.
Alhasil Pendi harus berlayar "Zig-zag" dengan kecepatan rendah guna menghindari Paus Hiu yang berenang sejalur dengannya. Hal tersebut kata Pendi sangat menghambat perjalanannya.
Mendekati perairan Pasuruan, Paus Hiu-Paus Hiu tersebut sudah tidak lagi terlihat. Pendi bisa kembali memacu perahunya dengan kecepatan penuh. Perjalanannya kembali terhambat ketika ia mendekati muara kali Porong, Sidoarjo yang penuh lumpur.
Pendi merasakan perahunya seperti membentur-bentur sesuatu di bawah permukaan air. Ia pun melongokan kepalanya ke bagian bawah perahu, dan ternyata ia dapati ubur-ubur (Aurelia aurita) mengelilingi Jukung tersebut. Pendi memprediksi jumlah Ubur-ubur tersebut mencapai ribuan. Setelah berlayar sepanjang sekitar 3,5 kilometer, ia pun tidak lagi mendapati ubur-ubur tersebut.
Sekitar pukul 18.30 WIB, setelah melewati muara sungai Porong ia pun memutuskan untuk membuang jangkar. Saat itu hari sudah menjelang malam, sedangkan di depannya terbentang ratusan jala nelayan yang akan sulit dilihat pada waktu malam. Menghindari konflik dengan pemilik jala, ia pun memutuskan untuk bermalam di tempat itu setelah 12 jam berlayar tanpa henti dan menempuh jarak 144 kilometer.
Malam itu Pendi hanya seorang diri ditengah laut. Ia mengisi waktunya dengan membenahi dek atau dengan memasak air guna menyeduh kopi lalu tidur pulas.
Pagi harinya sekitar pukul 06.30 WIB ia kembali memacu perahu itu, lagi-lagi dengan memanfaatkan mesin motor tempel 15 PKnya karena ia harus tiba di bawah jembatan Suramadu sebelum siang. Akhirnya setelah sekitar 30 menit melaju, samar-samar dari kejauhan ia bisa melihat tiang-tiang penyangga jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dengan pulau Madura itu. Sekitar pukul 07.30 WIB, ia pun tiba di jembatan tersebut dengan layarnya yang terkembang. Pada hari kelima perjalannya, Pendi akhirnya tiba di Surabaya setelah telah menempuh jarak 297 kilometer dari desa Sangsit, Bali Utara.