TRIBUNNEWS.COM - Tim peneliti dari Rice University di Houseton menemukan bahwa perempuan lebih ekspresif dalam berkomunikasi. Itu sebabnya, perempuan lebih senang berkomentar daripada laki-laki.
Namun, keseringan komentar juga bisa bikin ketagihan. Dimulai dari iseng, berkembang jadi habit, dan berakhir dengan komen sana-sini.
Ibarat minum obat, komentar bisa membuat seseorang termotivasi jadi lebih baik. Bila over dosis, bisa berakhir buruk bagi penderitanya. Pikir dua kali sebelum bicara bila komen kita masuk dalam kategori ini.
1. Membanding-bandingkan.
Enggak ada orang yang senang dibandingkan dengan orang lain, apalagi bila orang lain lebih bagus dari dirinya. Bila ingin menyampaikan komen, fokuslah pada orang yang dituju, tak perlu menghadirkan orang ketiga. Misalnya, "Hasil kerja kamu kurang oke, beda dengan si C."
2. Mendoakan yang tidak baik.
Tanpa sadar komentar sering diiringi dengan doa yang tidak baik, lho. Isi komen: "Gaya dandan si A enggak banget deh", namun kita sering menambahkan: "Pasti susah deh dapat pacar!" Sudah komen, nyumpahin pula.
3. Mematahkan impian.
Tak semua orang punya hati sekeras baja, ada juga yang selembut sutra. Untuk sebagian orang, komentar pedas bisa membuat mereka down, enggak pede, sakit hati, bahkan menangis tersedu-sedu. Daripada berkomentar, mengapa tak berikan solusi?
4. Menggunakan kata kasar.
Walau yang kita komentari adalah anak buah, Office Boy, atau pelayan, menggunakan kata kasar yang menjatuhkan derajat seseorang sama sekali tidak layak didengar. Malah membuat diri kita dinilai tak punya sopan santun oleh orang sekitar.
5. Menambah musuh.
Merasa komen sudah baik tapi musuh semakin banyak? Artinya kita perlu me-review ulang cara kita berbicara. Bisa jadi kata-kata kita selama ini menyakiti hati orang lain walau niatnya baik. If you want to be heard, you must first listen.
(CHIC/Ayunda Pininta Kasih/Equita Maulidya)