Laporan Wartawan Tribub Jakarta, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM - Kian banyak bermunculan desainer muda yang mengeksplorasi wastra tradisional khususnya batik.
Sebagai desainer Indonesia yang telah melakukan riset khusus terhadap batik sejak 2003, Edward Hutabarat punya sedikit "wejangan" kepada desainer muda yang sedang atau ingin bereksplorasi dengan batik.
"Jangan mengolah batik menjadi busana yang terlalu berat. Biarkan keindahan batik berbicara. Proses pembuatan batik saja sudah punya cerita," ujar ujar desainer yang akrab disapa Edo itu sebelum menampilkan karyanya di Jakarta Fashion Week 2014, Senin (21/10/2013).
Menurutnya, batik adalah kain yang memiliki keindahan visual tersendiri. Tinggal bagaimana masing-masing desainer menonjolkan keindahan tersebut.
Bagi Edo, batik adalah kain Indonesia yang identik dengan musim panas. Batik cocok diolah menjadi busana-busana ringan namun tetap elegan untuk dikenakan saat berlibur di lokasi-lokasi eksotis di Indonesia, atau bahkan di Milan dan New York saat musim panas.
"Saya mau pada saat orang mendengar Indonesia, mereka langsung berpikir tentang batik, musim panas, sandal jepit, pasar tradisional, kacamata hitam, dan yacht. And we're ready for holiday," ujar alumni Lomba Perancang Mode 1980 itu.
Di JFW 2014 sendiri, Edo menampilkan 82 busana terbaru dari lini keduanya, Part One Edward Hutabarat, bertemakan "The Parang". Sesuai temanya, Edo banyak mengangkat motif parang. Peragaan busana ini dipersembahkan oleh Majalah Dewi dan didukung oleh Optik Melawai yang melengkapi para model Edo dengan sunglasses modisnya.