Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desainer kondang Tanah Air Adjie Notonegoro rehat sejenak dari merancang kebaya yang telah membesarkan namanya. Kini, ia mencoba menyelami keglamoran para pesohor tahun 1920an.
Karyanya ini diejawantahkan dalam "The Public Enemies in 1920s", sebuah peragaan spesial yang dihelat di South Tower Essence Darmawangsa Apartment, Kamis (6/2/2014) malam.
Dalam peragaan yang dikemas secara unik itu (runway dibangun di atas kolam renang), desainer yang karya-karya sering dipakai selebritas hingga para pemimpin dunia itu menyuguhkan koleksi busana malam pria dan wanita yang terinpsirasi dari fashion scene tahun 1920an.
"Saya ingin menciptakan sesuatu di luar kebiasaan," kata Adjie yang menyebut koleksinya merupakan sebuah angin segar di fashion Tanah Air.
Sebetulnya, Adjie bukanlah desainer Indonesia yang pertama menjadikan tahun 1920an sebagai inspirasinya.
Sebelumnya, sudah banyak desainer yang mengangkat tema yang sama. Misal Ina Thomas dengan koleksi bertemakan Broadway dan film "The Great Gatsby" yang ditampilkan dalam rangka beauty showcase di sebuah pusat perbelanjaan terkemuka di Jakarta. Lalu ada Barli Asmara di IPMI Trendshow 2013 dengan koleksi penuh dengan fringe ala kostum showgirl.
Namun yang membedakannya, koleksi kedua desainer tersebut adalah koleksi ready to wear eksklusif. Sementara busana rancangan Adjie dibuat dengan teknik sekelas haute couture atau adi busana. Dari elemen-elemen terkecil, seperti fringe, hingga terbesar, semuanya dibuat dengan tangan. Jadi pembuatan satu gaun bisa memakan waktu lebih dari satu minggu.
Berbeda dari desainer lainnya, desainer lulusan Mueller und Sohn, Jerman, itu tak menyampaikan pesan tahun 1920an lewat desain-desain bernuansa art deco yang sarat akan unsur geometris nan tegas seperti tercitrakan dalam film "The Great Gatsby" (walau sebetulnya ia mengaku mencari inspirasi dari film tersebut).
Ia mencitrakannya dengan sesuatu yang lebih elegan, anggun, mewah dan sophisticated lewat gaun-gaun berbahan eksklusif yang memiliki motif floral seperti lace, chantilli (lace Perancis), dan brokat.
Desainer yang pertengahan tahun ini akan menggelar peragaan busana bertema "Nusantara" juga bereksplorasi dengan bahan lainnya seperti dan taffeta, duchess cornelly, france tulle, crepe de chine, satin silk.
Siluet yang ditampilkan cukup beragama. Mulai dari gaun panjang yang memeluk tubuh, gaun mermaid yang menyapu lanti sampai gaun-gaun loose berhiaskan fringe dan bulu-bulu. Kesan seksi tercipta pada pilihan gaun plunging neck dan backless. Tak lupa look playfull ia hadirkan lewat ensemble berupa blouse lace hitam dipadu dengan a-line printed skirt.
Palet warna yang Adjie gunakan didominasi warna-warna cerah mulai dari merah lipstick, biru laut, gading dan dusty pink.
Jauh dari kesan art deco yang identik dengan warna tembaga, metalik, emas, dan putih. Koleksi ini pun terasa lebih variatif bagi pelanggannya, segar dan berbeda dari koleksi inspirasi 1920an kebanyakan.
Untuk koleksi busana pria, desainer kelahiran Jakarta, 18 Juli 1961, itu menyuguhkan setelan-setelan tailored look ala gengster yang didominasi permainan motif garis.
Pada peragaan busana kali ini, Adjie didukung oleh Sjully Darsono dengan aksesori rancangannya di bawah label Kasha dan Ugna untuk sepatu yang menopang kaki jenjang para model.