TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah kita membahas resolusi pertama perihal mengisi hidup dengan cinta kasih, kali ini saya ingin mengupas resolusi selanjutnya. Pada resolusi kedua, saya ingin mengajak pembaca untuk berperilaku baik dengan memberi kesempatan orang agar tampak cemerlang.
Ketika teman bercerita tentang apa yang dia raih dan apa yang dialami, tiba-tiba Anda menyela kisah itu dan mengatakan dengan lantang, "Eh, Aku juga pernah dapat piala juga saat lomba menyanyi."
Setelah itu, Anda justru mendominasi pembicaraan dengan berkisah tentang kedigdayaan Anda. Walhasil, teman Anda tidak memiliki kesempatan untuk bercerita. Anda pun merasa tenang setelah cerita itu tamat.
Kebutuhan kita terhadap perhatian yang berlebih adalah bagian dari egosentris kita yang seolah mengatakan "Look at me, I am more special. Ceritaku lebih menarik daripada ceritamu". Itulah ungkapan diri kita yg mungkin tak terungkapkan lewat kata-kata, tetapi seolah ingin menunjukkan ke orang lain bahwa pencapaianku lebih penting dari prestasimu.
Ego adalah bagian dari diri kita dan hal inilah yang menginterupsi cerita orang lain sehingga perhatian tersita darinya. Atau paling tidak, orang lain tersebut harus bersabar menunggu cerita Anda selesai, dan kembali menceritakan kisahnya.
Suatu saat orang lain menceritakan kisah suksesnya kepada Anda, coba perhatikan dalam pikiran Anda kecenderungan ingin mengutarakan tentang kisah sukses Anda juga. Kadang secara refleks kita melakukan hal tersebut dan ini adalah hal yang sulit untuk diubah.
Daripada menyela cerita teman dan berkata "Aku pernah melakukan hal yang sama", atau "Coba tebak apa yang kulakukan hari ini", coba tarik lidah Anda dan ganti respons Anda dengan kata-kata "Wow, itu luar biasa", atau "Coba terusin ceritanya" dan biarkan hal tersebut diteruskan seperti demikian.
Orang yang berbincang dengan Anda pun akan merasa senang karena Anda mendengarkan dengan baik, dan membuat kehadiran teman Anda benar-benar ada. Dan lagi, dia tidak akan berpikir bahwa Anda sedang mengajak berkompetisi dengan dia. Sehingga dia merasa tenang, relaks, percaya diri dan nyaman berteman dengan Anda. Anda pun akan merasa tenang karena Anda tidak sibuk dengan cara menyela, dan menunggu giliran Anda berbicara.
Jadi sesungguhnya, kita perlu merubah pola pikir, bahwa kadang kita hanya perlu cukup tenang saat mendengarkan cerita sukses orang lain daripada kita menyela untuk memamerkan kesuksesan kita di antara cerita sukses orang lain. Hargailah orang lain dan beri kesempatan baginya untuk nampak cemerlang dan kita menunggu waktu yang tepat untuk bercerita.
Sebenarnya, ada banyak waktu kok untuk kita bertukar pengalaman, bertukar prestasi dan perhatian di antara orang lain, dibandingkan menyela saat-saat yang memang menjadi milik orang lain. Yang saya rujuk di sini adalah bagaimana mengubah perilaku menyela yang berasal dari kebutuhan kompulsif untuk "mengambil sesuatu" dari orang lain. (bersambung)