TRIBUNNEWS.COM.WASHINGTON, D.C.—Para murid di sekolah kuliner L’Academie De Cuisine yang berlokasi di Washington, D.C. nampak terkesima melihat proses pembuatan rendang khas Padang yang dilakukan oleh pakar kuliner Indonesia, William Wongso belum lama ini.
Pasalnya pembuatan rendang ini membutuhkan waktu yang cukup lama, walaupun pada hari itu chef William sengaja menggunakan daging cincang agar proses masaknya lebih cepat
“Memang ada minat khusus dari akademi-akademi sejenis ini yang namanya ‘cooking school’ atau ‘cooking academy’, mereka ingin mengetahui suatu cita rasa yang baru,” papar chef William Wongso saat ditemui VOA di L’Academie De Cuisine di Washington, D.C. baru-baru ini.
Selain rendang khas Padang, chef William juga memperkenalkan soto ayam Lamongan, sate maranggi, dan asinan Jakarta kepada para murid di sekolah tersebut. Kuncinya adalah untuk membuat masakan Indonesia yang mudah agar menarik perhatian warga internasional.
“Patokan kita adalah 30 ikon kuliner Indonesia, dimana ini yang harus disebarluaskan. Kalo mereka sudah mengenal, dasar-dasar kuliner tradisional Indonesia, mereka belajar nanti bisa datang ke Indonesia contohnya,” ungkap pria kelahiran Malang tahun 1947 ini.
Ini merupakan kerja sama chef William dengan duta besar Indonesia di AS, Budi Bowoleksono untuk memperkenalkan masakan Indonesia ke dunia internasional.
“Dubes Budi Bowoleksono merupakan penggemar masak dan percaya bagaimana meng-upgrade menu Indonesia menjadi yang bisa dibawa ke level yang lebih elit,” kata chef William.
Sebagai diplomasi kuliner, tahun lalu chef William juga mengirim asistennya, Putri Mumpuni, untuk mengajar cara memasak masakan Indonesia di Stratford University di Virginia.
Chef Putri Mumpuni mengajar, selama lima minggu, memasukkan 40 jenis makanan Indonesia dalam silabus Culinary School-nya Stratford (University) di Virginia,” ujar chef William.
Kedatangan chef William dan timnya, termasuk chef Budi Kurniawan, ke AS kali ini adalah dalam rangka diplomasi kuliner. Mereka memulai rangkaian acaranya di kota Napa di negara bagian California, untuk menghadiri ‘World of Flavors Conference,’ yang tahun ini fokusnya adalah kuliner dari asia.
Dari Napa, chef William dan tim berangkat ke Los Angeles, di mana ia memasak masakan Indonesia di restoran Hutchinson Grille untuk para undangan dari berbagai negara.
Selain di Washington, D.C. chef William juga mengajar di beberapa sekolah kuliner lain seperti di Le Cordon Bleu College of Culinary Arts di Pasadena dan di Boston. Dalam kunjungan ke Washington, D.C. chef William juga bergabung di acara Passport DC, sebuah ajang tahunan yang mempresentasikan berbagai budaya di dunia melalui berbagai perwakilan Negara yang membuka kantor kedutaan mereka saat acara tersebut berlangsung.
“Yang paling penting itu adalah kita meng-familiarisasi bahwa Indonesia itu jangan dianggap remeh. Taste of Indonesia itu adalah something unique that you never taste before,” jelas chef William.
Untuk meningkatkan popularitas masakan Indonesia di dunia, chef William mengatakan bahwa kita harus belajar dari negara-negara lain.
“Contohnya kalau (orang) Vietnam, mereka itu kalau migrasi berbondong-bondong membentuk suatu perkampungan Vietnam di mana-mana. Sehingga mereka sendiri menuntut cita rasa asli dari makanan mereka,” jelas chef William.
“Nah, karena komunitasnya besar, seperti di kota San Jose (California) saja 350 ribu masyarakat Vietnam di San Jose, bayangkan potensi ekspor bahan-bahan baku Vietnam itu luar biasa besarnya. Sehingga itu nanti terjadi suatu interaksi, antara masyarakat Vietnam dan masyarakat lokal, ada yang mungkin pacaran, ataupun dibawa ke rumah, dikasih makanan, jadi terus itu rolling ‘domino-effect’nya luar biasa. Dan satu yang luar biasa, bahwa mereka tetap menyebut makanan mereka itu dengan nama mereka, tidak merubah namanya: Bahn-Mi ya Bahn-Mi, Pho ya Pho, atau Chao huyet, itu mereka pertahankan, nah ini yang harus kita pelajari,” lanjut chef William.
Chef William berharap untuk ke depannya akan ada menu masakan Indonesia dalam daftar menu restoran-restoran di luar negeri. “Saya ingin nanti suatu saat mungkin ada Rendang masuk di (menu) atau Sop Buntut, atau Nasi Goreng. Kalau itu terjadi berarti awareness itu ada, sekarang itu kita musti gencar menciptakan awareness,” papar chef William.
Menurutnya lagi Indonesia juga harus siap dalam menyediakan berbagai bumbu berkualitas yang bisa diekspor, jika memang akan terjadi pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.
Mengakhiri obrolan dengan VOA, chef William berperan kepada para calon chef di Indonesia agar benar-benar menguasai masakan Indonesia, terutama jika ingin memperkenalkannya ke mata dunia.
“Apa yang kita ajarkan, apa yang kita bawa harus se-authentic mungkin.”(VOA/Ariono Arifin)