TRIBUNNEWS.COM – Banyak orangtua memandang bahwa anak adalah berkah dari Tuhan, sehingga mereka akan dengan senang hati menyambut bayi yang dilahirkan, baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Namun, kini tidak sedikit orangtua di Amerika Serikat yang rela mengeluarkan biaya besar demi memilih sendiri jenis kelamin bayi yang akan mereka miliki.
Menurut laporan surat kabar Wall Street Journal, semakin banyak saja orangtua yang memanfaatkan perawatan fertilitas berbiaya mahal. Bukan karena mereka mengalami kesulitan dan masalah untuk memperoleh keturunan, melainkan karena ingin memilih sendiri jenis kelamin bayi mereka.
Proses ini dinamakan preimplantation genetic diagnosis dan biasanya digunakan untuk mengecek atau memeriksa penyakit-penyakit genetik. Akan tetapi, proses ini juga bisa digunakan untuk menentukan jenis kelamin bayi. Adapun biaya yang diperlukan untuk proses tersebut adalah antara 15.000 hingga 20.000 dollar AS per siklus atau setara Rp 199 juta hingga Rp 266 juta.
Proses tersebut pun saat ini hanya bisa dilakukan di sedikit negara di luar Amerika Serikat dan Meksiko. Meskipun harus merogoh kocek dalam-dalam, nyatanya masih banyak saja orangtua yang rela membayar demi menjalani proses ini dan dapat memilih sendiri jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan.
Menurut jaringan klinik fertilitas HRC Fertility di Southern California, setidaknya 1 dari 5 pasangan yang datang ke klinik tersebut untuk menjalani perawatan fertilitas, meminta secara spesifik manfaat dari proses tersebut sehingga mereka bisa menentukan sendiri jenis kelamin bayi mereka.
"Saat ini pertumbuhan jaringan klinik fertilitas banyak disumbang dari datangnya para pasangan yang ingin menjalani proses itu, mengalahkan jumlah pasangan sesama jenis dan pasangan yang memiliki penyakit genetika untuk berkonsultasi," ujar Daniel Potter, direktur medis HRC Fertility.
Meskipun demikian, ternyata proses menentukan sendiri jenis kelamin bayi tersebut ditentang oleh komite etik American Congress of Obstetricians and the Gynecologists. Mereka tidak ingin masyarakat menggunakan teknologi yang semestinya digunakan untuk pasangan yang membutuhkan bantuan medis namun malah digunakan untuk alasan non-medis.
"Mengizinkan perawatan fertilitas keluarga untuk memungkinkan pasangan memilih jenis kelamin bayi sehingga mereka hanya melahirkan bayi dengan jenis kelamin sesuai keinginan dapat dengan mudah memicu situasi dimana setiap orang hanya menginginkan bayi dengan jenis kelamin tertentu," sebut Arthur Caplan, direktur divisi etik medis di New York University School of Medicine.