TRIBUNNEWS.COM - Berharap mendapatkan payudara yang indah, malah sebaliknya yang terjadi. Itulah yang dialami Ashley Blundell. Wanita berusia 27 tahun telah menjalani operasi pembesaran payudara di Thailand pada 2013.
Tapi implan tersebut kemudian 'meledak' atau pecah sehingga kini payudaranya jadi tak sama besar.
Ia pun menuntut adanya transparansi menyusul temuan bahwa dokter yang telah mengoperasinya itu ternyata pernah digugat beberapa kali atas tuduhan kelalaian.
Dilansir ABC, Blundell menderita infeksi setelah operasi pembesaran payudara oleh Dr Peter Sang Hui Kim. Operasi plastik dilakukan pada 2013 di Thailand, meski orangtua sudah melarang.
Setelah operasi, bentuk payudara menjadi aneh, karena implannya turun ke bawah jaringan payudara. Tapi dia terlalu merasa kesakitan untuk memikirkan bentuk payudaranya.
"Saya merasa seperti mau mati. Badan panas dan saya kedinginan. Sakitnya sangat menyiksa," sebut Blundell.
Dua pekan setelah operasi, luka sayatan payudara kanan Blundell terbuka secara tiba-tiba.
"Payudara saya meledak. Saya berdiri dibantu teman-teman, dan payudara saya mulai bocor, lalu mengeluarkan nanah dan darah dan infeksi," tuturnya.
Blundell dilarikan ke rumah sakit yang kemudian menyingkirkan implan dari payudara. Tapi ia mendapat pengawasan ketat karena suhu tubuh tinggi.
Wanita itu harus dirawat cukup lama untuk menjalani operasi. Ia harus mengeluarkan uang sedikitnya $20.000 untuk memperbaiki kerusakan payudaranya.
Ternyata setelah ditelisik, dari riwayat yang ditemukan Blundell merupakan satu dari sedikitnya 3 pasien yang menggugat dr Kim atas kelalaian dalam melakukan prosedur bedah kosmetik.
Tapi dr Kim berhasil menyelesaikan kasus gugatan hukum terdahulu di luar pengadilan tanpa mengakui kebenaran klaim tersebut. Sehingga gugatan terhadapnya tidak diputuskan, dan akhirnya tidak tercatat pada pendaftaran praktisi kedokteran medis.
"Itulah yang sangat mengecewakan saya karena dia berhasil menyelesaikan beberapa kasus gugatan. Andai saya tahu rekam jejaknya, saya tidak mungkin akan menemui dia,” katanya.
Dr Kim yang praktek di Sydney hanya mengucapkan simpati. Ia mengatakan tidak bisa memberikan komentar langsung lebih lanjut dalam kasus tersebut.
Tapi dalam email pada ABC ia mengatakan komplikasi operasi kadang-kadang dapat terjadi. Tak ada dokter yang benar-benar bersih dari kemungkinan.
Sedangkan ahli bedah dari The Australian College of Cosmetic Surgeons mengatakan semua operasi akan dibayangi oleh risiko.
Sementara itu Lorraine Long, pendiri Medical Error Action Group puluhan tahun berjuang agar penyelesaian hukum seperti ini bisa dimasukkan dalam proses registrasi dokter. (Tribun Pekanbaru/Ariesta)