News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Rokok Naik

Apakah Anda Yakin Harga Rokok Rp 50 Ribu Akan Picu PHK Massal? Ini Hasil Polling Tribunnews

Penulis: Robertus Rimawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hasil polling Tribunnews di Twitter terkait harga rokok Rp 50 ribu apakah berimbas pada PHK massal? Simak hasilnya, Rabu (24/8/2016).

TRIBUNNEWS.COM - Tribunnews melakukan jajak pendapat terkait wacana harga rokok Rp 50 ribu. Bila benar direalisasikan apakah akan memicu PHK massal perusahaan rokok?

Sebanyak 342 akun Twitter memberikan pendapatnya.

Selisih tipis dengan jarak 6 persen, responden mengaku yakin akan ada PHK massal bila harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu.

"Sobat Tribunners apakah Anda meyakini rokok naik Rp 50 ribu per bungkus picu PHK besar-besaran di perusahaan rokok?"

Demikian polling yang diluncurkan di Twitter, Rabu (24/8/2016).

Sobat Tribunners apakah Anda meyakini rokok naik Rp 50 ribu per bungkus picu PHK besar-besaran di perusahaan rokok?

— TRIBUNnews.com (@tribunnews) August 24, 2016


Selama 4 jam diluncurkan ada 53 persen netter yakin kalau akan terjadi PHK besar-besaran akibat kenaikan harga rokok tersebut.

Sebanyak 181 netter yakin akan terjadi PHK massal berbanding dengan 161 netter yang tidak yakin dengan PHK besar-besaran meski rokok harganya jadi Rp 50 ribu.

Beberapa netter yang ikut polling ini berikan pendapatnya melalui tautan tweet polling ini.

"@tribunnews Kan bbrp waktu yg lalu walau tak ada kenaikan hrg juga ada PHK di pabrik-pabrik rokok. Nyatanya ya biasa aja . . Gk ada gejolak."

Tulis akun ardisunarto ‏@ardisun51.
       
Sementara akun dengan nama Desert Warrior ‏@wytt399 mengatakan,"@tribunnews yg jelas picu besar2an perokok brenti beli..dan mdh2an pada brenti ngrokok.. Indonesia bersih, sehat.. yeeeeee !! "

Netter lain menduga akan banyak terjadi tindak kriminalitas imbas dari kenaikan harga rokok (bila direalisasikan).

"@tribunnews kmungkinan bnyk yg di PHK. Tp lebih bnyk lagi org yg brbuat kejahatan untuk mndapatkan uang buat beli rokok," imbuh akun Mus Mujiono ‏@Mus_mujiono37.

Akun Danie Ismanto ‏@DanieIsmanto berpendapat," @tribunnews menurut saya mungkin bisa terjadi, harga naik, pembeli pun jarang, produksi pasti berimbas pada pengurangan pekerja."
 
Sedangkan akun  #Randeum ‏@kurawakw berharap kebijakan ini perlu dipikirkan kembali sebelum positif diputuskan naik harga.

"@tribunnews bukan phk lagi,tingkat kriminalitas akan meningkat....dipikirkan dulu sebelum disahkan," tulisnya.

Berawal dari studi

Beredarnya harga rokok Rp 50 ribu menjadi pembahasan hangat, Sabtu (20/8/2016).

Bagi ibu rumah tangga yang memiliki suami perokok tentu jadi angin segar.

Harga yang mahal akan menjadi alasan untuk melarang suaminya merokok dan tentu saja uang bisa menjadi tambahan dana segar untuk kesejahteraan keluarga atau untuk tabungan.

Kabar yang berembus bahkan pada September 2016 nanti harga rokok per bungkus Rp 50 ribu akan direalisasikan.

Kabar harga rokok yang mahal berawal event 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.

Berita Kompas.com berjudul: Bagaimana jika Harga Sebungkus Rokok Lebih dari Rp 50.000? Menjadi viral dan jadi bahan rujukan blogger atau penulis di situs-situs forum seperti Kaskus.

Namun berita yang ditayangkan melalui tulisan di blog-blog berbeda dengan aslinya.

Ada tambahan informasi baru yang sengaja dicantumkan tanpa sumber jelas.

Yakni tentang berlakunya harga Rp 50 ribu per bungkus rokok pada bulan September 2016.

Faktanya, keputusan ini belum ada bahkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany sebagai sumber berita pada Kompas.com baru akan membahas hal ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani bulan depan.

Kemungkinan blog-blog tersebut memanfaatkan judul yang bombastis agar mendatangkan banyak visitor meskipun pada kenyataannya harga rokok Rp 50 ribu per bungkus belum diputuskan.

Berikut berita awal yang dijadikan rujukan.

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Murahnya harga rokok dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.

Dengan harga rokok di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.

Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.

"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat.

Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.

"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.

Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.

Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara.

Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.

Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000.

Di Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.

Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.

Sedangkan peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.

"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah.

Menurut Hasbullah, butuh keberanian Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga dan cukai rokok.

Hasbullah pun berencana bertemu Menteri Keuangan yang baru dilantik, Sri Mulyani, dalam waktu dekat untuk membahas hal ini. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini