TRIBUNNEWS.COM - Wacana harga rokok naik masih jadi pembicaraan yang hangat meski mulai kalah dengan pamor 'Mukidi'. Polling keempat Tribunnews soal rokok, hasilnya mengejutkan, Jumat (26/8/2016).
"Sobat Tribunners apakah Anda meyakini rokok naik Rp 50 ribu per bungkus tingkatkan kualitas kesehatan masyarakat?"
Sobat Tribunners apakah Anda meyakini rokok naik Rp 50 ribu per bungkus tingkatkan kualitas kesehatan masyarakat?
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) August 24, 2016
Demikian pertanyaan polling yang diluncurkan melalui akun Twitter Tribunnews.
Hasilnya mengagetkan.
Dari 197 peserta polling (pemilik akun Twitter) 49 persen yakin kalau harga rokok naik hingga Rp 50 ribu per bungkus akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Sementara 51 persen tidak yakin.
Meski selisih satu persen, pendapat sebagian besar responden ternyata bertolak belakang dengan hasil studi seorang profesor.
Berikut pendapat beberapa netter melalui tautan polling di Twitter.
Rikky_Kurus @rikky_kurupuk : @tribunnews tdk yakin. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat bkn krn hrg rokok naik.
Ade Olic @adeolic: @tribunnews ga yakin min. Gmn klo gara2 rokok naik perusahaan rokok jd colaps krn daya beli masy turun? PHK massal yg ada.
Pleki Mangkuprojo @maspleki: @tribunnews itu cuma akal2an aja, nanti pendapatan negara dari rokok mahal akan digarong rame2....oleh para koruptor..
Jumaidi kartiko @oke_sang: @tribunnews pernah terjadi di thn 96 s/d 2000 terutama merk lisensi LN yg merger sesama dan pengurang kary merk DN.
G GELAR GUMILANG T H @campuran_63999: @tribunnews`TIDAK krna sakit bkn dari rokok`mlainkan bisa dari mna saja`anak”yg tak mrokok jga bnyak yg tak shat dan mati`gak jlas
dadan ramdhan @Dramdhan91: @tribunnews tdk,karna masih bnyak alternatif lain,petani bisa langsung jual k konsumen tnpa melalui cukai,mlh bisa lebih murah dri harga skr
oktariyan @oktariyan4: yg ada cmn buat resa dan rKyat alah ak sehat krna mikirin rokok naik...@tribunnews.
Heboh isu harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus berawal dari studi.
Berawal dari studi
Kabar harga rokok yang mahal berawal event 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.
Berita Kompas.com berjudul: Bagaimana jika Harga Sebungkus Rokok Lebih dari Rp 50.000? Menjadi viral dan jadi bahan rujukan blogger atau penulis di situs-situs forum seperti Kaskus.
Namun berita yang ditayangkan melalui tulisan di blog-blog berbeda dengan aslinya.
Ada tambahan informasi baru yang sengaja dicantumkan tanpa sumber jelas.
Yakni tentang berlakunya harga Rp 50 ribu per bungkus rokok pada bulan September 2016.
Faktanya, keputusan ini belum ada bahkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Profesor Hasbullah Thabrany sebagai sumber berita pada Kompas.com baru akan membahas hal ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani bulan depan.
Kemungkinan blog-blog tersebut memanfaatkan judul yang bombastis agar mendatangkan banyak visitor meskipun pada kenyataannya harga rokok Rp 50 ribu per bungkus belum diputuskan.
Berikut berita awal yang dijadikan rujukan.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Murahnya harga rokok dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.
Dengan harga rokok di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.
Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat.
Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.
"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.
Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.
Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara.
Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.
Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000.
Di Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Sedangkan peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.
"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah.
Menurut Hasbullah, butuh keberanian Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga dan cukai rokok.
Hasbullah pun berencana bertemu Menteri Keuangan yang baru dilantik, Sri Mulyani, dalam waktu dekat untuk membahas hal ini.(*)