TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Raya Idul Fitri identik dengan kegembiraan, setelah berpuasa sebulan penuh, bertemu sanak saudara, hingga menyantap makanan khas Lebaran. Lalu, masih ingatkah Anda kapan pertama kali memahami makna Lebaran seutuhnya?
Menurut Nurul Annisa, M. Psi., dari Klinik Kancil, anak sudah mulai memahami dengan baik makna perayaan seperti Lebaran di usia 7-8 tahun atau kelas 2–3 SD.
“Pada masa ini (7 – 8 tahun), kemampuan koginitif anak telah berkembang sehingga anak lebih dapat memahami sesuatu dari berbagai sudut pandang,” ujar Nurul.
Selain berkumpul dan makan bersama, sambung Nurul, anak juga memahami bahwa Idul Fitri sebagai ungkapan syukur kepada Allah karena telah menjalankan kewajiban berpuasa selama sebulan penuh.
Contoh lain, anak dapat memahami bahwa tidak semua orang dapat merayakan Idul Fitri dengan makan-makan, berkumpul, atau pulang kampung karena tidak memiliki cukup uang.
Makna Berbagi
Kenalkan makna Lebaran pada anak bisa dengan banyak cara. Contohnya saja, mengajarkan anak berpuasa sejak dini, umumnya usia prasekolah, dapat menjadi cara bagi orangtua untuk menjelaskan makna Idul Fitri. Akan tetapi, Nurul mengingatkan bahwa tujuan latihan puasa yang utama adalah membiasakan anak agar mampu berpuasa pada usia akil balig.
“Bila tidak dilatih, puasa akan menjadi hal berat bagi anak sehingga menjadi masalah buat orangtua di kemudian hari,” ujar Nurul yang menambahkan bahwa umumnya anak usia 7–8 tahun sudah dapat berpuasa sehari penuh.
Psikolog lulusan Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa haus dan lapar saat berpuasa adalah hal yang konkret bagi anak. “Anak usia prasekolah memahami sesuatu yang bersifat konkret. Misalnya, jika tidak makan maka perut lapar. Pada saat inilah, orangtua bisa mengajarkan pada anak bahwa lapar itu tidak enak dan ada anak-anak yang tidak punya uang untuk makan sehingga mereka kelaparan. Jadi, kita yang memiliki cukup uang sebaiknya membantu mereka dengan berbagi. Bisa berupa uang atau memberikan makanan.”
Anak usia sekolah lain lagi. Anda bisa mengaitkan latihan puasa dengan zakat dan Idul Fitri. Misal, mengajak anak ke masjid untuk membayar zakat sembari menjelaskan bahwa zakat dapat membantu orang-orang yang kurang mampu untuk dapat hidup lebih baik dan bisa merayakan Idul Fitri dengan layak. “Maka, pemahaman Idul Fitri merupakan momen berbagi akan lebih dipahami oleh anak usia sekolah.”
Saling Memaafkan
Nah, kenalkan makna Lebaran pada anak juga bisa dilakukan lewat konsep saling memaafkan. Nah, bagaimana cara orangtua menanamkan perilaku ini kepada anak? “Selesai salat Idul Fitri, seluruh anggota keluarga berkumpul dan saling bermaafan. Orangtua bisa menjelaskan kepada anak yang lebih besar bahwa setelah berpuasa sebulan penuh dan kembali ke fitrah, kita perlu saling memaafkan dengan sesama agar ibadah puasa kita semakin sempurna”.
Sementara itu, bila anak masih kecil, Anda bisa mengatakan, “Kita sudah berpuasa sebulan penuh. Nah, supaya ibadah kita lengkap sekarang saatnya bermaaf-maafan. Siapa tahu Adek pernah nakal sama Kakak atau Kakak suka iseng sama Adek. Jadi seperti halnya kertas, sekarang kertas kita sudah putih lagi karena bermaaf-maafan. Besok kertasnya harus diisi dengan coretan-coretan yang bagus, ya, seperti Kakak suka menolong Adek atau Adek membantu Ibu.”
Cara lain kenalkan makna Lebaran pada anak yang bisa dicoba adalah ajak anak berkunjung ke tetangga sekitar untuk bermaaf-maafan. Lalu, saat mudik ke kampung halaman, ajak anak bersilaturahmi sekaligus bermaafan kepada orangtua atau saudara yang dituakan. “Melalui kebiasaan ini, orangtua mengajarkan bahwa mudik di saat Lebaran bukan sekadar ritual tahunan. Jika kebetulan tidak bisa mudik, kita masih bisa bermaaf-maafan melalui telepon.”
Manfaat Silaturahmi
Silaturahmi pada Hari Idul Fitri berbeda dengan bertamu di hari biasa. “Adanya kedalaman makna menjadi pembeda, yaitu saling bermaaf-maafan. Berpuasa dan membayar zakat mensucikan diri serta berkaitan erat dengan hubungan manusia dan Allah SWT. Sedangkan, bermaaf-maafan di Hari Idul Fitri lebih kepada hubungan manusia dengan manusia,” urai Nurul yang bisa dihubungi melalui akun Twitter @kancil_ku dan website www.kancilku.com ini.
Saat silaturahmi, bukan hal mustahil si anak malah bermain tablet. “Peran orangtua sebagai contoh buat anak adalah hal yang sangat penting, harus dilakukan sejak dini, secara terus-menerus, serta konsisten.”
Menahan Nafsu
Makanan yang berlimpah saat Lebaran kadang membuat lupa diri. Tak hanya anak kecil, orang dewasa juga bisa kalap ketika melihat makanan khas Lebaran. “Sekali lagi, di sinilah pentingnya orangtua memberikan contoh kepada anak. Jika orangtua mencontohkan makan secukupnya, maka otomatis anak pun demikian. Jadi, sediakanlah makanan secukupnya saat Lebaran.”
Demikian pula perihal baju dan sepatu baru. Boleh-boleh saja membelikan baju ataupun sepatu baru pada anak. “Terutama pada anak yang lebih kecil agar ia semangat dan menjadi semacam reward atas usahanya.” Namun, lanjut Nurul, jangan sampai berbelanja mengganggu ibadah. “Misalnya, berkeliling mal sampai anak tidak kuat puasa karena capek,” ujar Nurul.
Nah, kenalkan makna Lebaran pada anak dengan menggunakan momen ini untuk mengajak anak menyumbangkan baju yang sudah tidak dipakai untuk orang yang membutuhkan. “Hal ini, membuat anak belajar untuk memberi dan mengajarkan anak agar tidak berlebihan saat membeli baju karena ada anak-anak yang tidak seberuntung mereka,” tegas Nurul.
Belajar Memutuskan
Tak bisa dipungkiri, cara mengenalkan makna Lebaran pada anak juga tak jarang melalui pembagian angpau dari keluarga besar, terutama untuk anak yang masih kecil. “Pada awal anak belajar berpuasa, pemberian reward cukup efektif. Ia memang akan mengasosiasikan mendapatkan hadiah jika sanggup berpuasa.” Ibaratnya, bila satu hari puasa saja dapat hadiah, apalagi sebulan penuh.
Nah, seiring pertambahan usia, anak akan merasakan bahwa mampu berpuasa penuh adalah pencapaian yang membuat ia puas dan bangga. “Terlebih lagi jika disertai pujian dari orangtua. Maka, seiring waktu, hadiah tidak lagi menjadi sesuatu yang anak harapkan. Melainkan, rasa puas dan bangga,” jelas Nurul.
Pada tahap ini, reward bisa dihentikan secara perlahan. “Awalnya, diberi angpau sejumlah hari anak berhasil puasa penuh, tetapi sekarang dihitung secara global saja misal Rp50.000. Selain itu, anak juga sudah bisa diarahkan untuk menabung sebagian uangnya.”
Pilihan semacam ini akan mengajarkan anak untuk memutuskan sendiri keinginannya dan memperlihatkan bahwa orangtua menghargai uang tersebut adalah miliknya dan bersikap demokratis.
Terakhir, Nurul menjelaskan bahwa puasa Ramadan adalah pengalaman yang bermakna buat anak karena membutuhkan semangat, usaha, dan konsistensi untuk bertahan menjalankan kegiatan berpuasa.
“Puasa juga melibatkan fisik seperti menahan lapar, mengaji, tadarus, salat tarawih, serta siraman rohani seperti menahan marah dan mendapatkan pahala bila berpuasa,” jelas Nurul. Oleh karena itu, pastikan orangtua mewarnai pengalaman berpuasa dan Idul Fitri dengan pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
Penulis: Soca Husein