Awalnya dia menolak, karena aku tetap bersikeras menyuruhnya kuliah, akhirnya ia pun kuliah di universitas bergengsi itu.
Sementara aku pun mengawali karier hidupku dengan bekerja di sebuah pabrik.
Demi membiayai kuliahnya, setiap bulan aku menyisakan uang untuk biaya hidupku sehari-hari, selebihnya aku serahkan kepadanya.
Singkat cerita, setelah empat tahun kemudian, pacarku pun menyelesaikan kuliahnya.
Selama empat tahun itu, karena ingin berhemat.
Aku pun jarang menemuinya. Kami bertemu pada saat hari raya nasional, sehari-hari kami hanya mengadakan kontak via telepon.
Tak lama setelah lulus dia akhirnya mendapat pekerjaan.
Suatu hari, aku ingin memberinya sebuah kejutan, lalu aku pun menunggunya di depan gerbang kantornya, dan saat akan meneleponnya.
Aku melihatnya berjalan keluar bersama denga rekan kerjanya, dan dia tampak terkejut ketika melihatku.
Melihat itu, rekan sekantornya bertanya siapa pria itu, “Oh, dia kakak sepupu saya di kampung,” katanya merespon pertanyaan rekannya.
Dadaku serasa sesak mendengar perpakataan itu, namun, dia mencoba menjelaskan kepada saya bahwa aturan perusahaan melarang karyawannya pacaran.
Semuanya akan normal kembali setelah nanti dia naik jabatan. Dan aku percaya saja dengan penjelasannya
Tak lama kemudian, aku bilang mau menikah, tapi dia meyakinkanku dengan alasan kariernya baru menanjak.
Kami memang pacaran jarak jauh, terpisah antar dua daerah.