Sampai suatu hari, ketika kita bertemu dia bilang bosan dengan pacaran jarak jauh, dan bilang akan menikah dengan seseorang.
Bukan main gembiranya aku mendengarnya, aku pikir akhirnya dia bersedia juga menikah denganku.
Tapi tak disangka, dia bilang sudah tidak mencintaiku lagi, dia ingin menikah dengan pria lain.
Sesaat aku terhenyak dan nyaris tak percaya mendengar apa yang dikatakan, namun, tanpa menoleh lagi dia pun pergi meninggalkan aku.
Temanku bilang, ada seorang pria tampan mengendarai mobil mewah sambil membawa kado bertandang ke rumahnya untuk tunangan.
Aku tidak rela, dan ke rumahnya, orangtuanya hanya tahu ada seseorang yang baik hati yang selalu membantunya, tapi tidak pernah tahu sosok orang baik hati ini adalah aku.
Lalu dengan tenang aku bilang aku adalah teman sekolahnya.
Ingin sekali menghadiri pernikahannya, mengucapkan selamat berbahagia dalam resepsi pernikahannya nanti, karena alasan sebagai teman sekolah inilah, aku pun mendapatkan waktu dan tempat pernikahannya.
Pada hari pernikahannya, aku melihatnya turun dari mobil pernikahan, ditanganku aku membawa sebuah buku catatan tentang biaya yang kukeluarkan selama bertahun-tahun untuk membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari ketika itu, dan sekarang aku ingin menagihnya.
Dia tampak panik dan bingung sekaligus malu setelah melihatku, melihat suasana itu, mempelai pria pun bertanya kepadanya, tapi dia hanya diam membisu.
Kemudian, ayahnya si mempelai pria menarikku menjauh dari sana.
Lalu memberikan uang kepadaku dan menyuruhku segera pergi, atau dia akan mengambil tindakan kalau aku tak mau pergi.
Aku pun pergi setelah menerima uang itu, meski pun sakit hati ini, tapi aku sadar semua itu sudah berlalu, dan aku merasa tidak pantas bersedih hati hanya untuk wanita seperti itu.
Hingga akhirnya dengan uang itu aku buat modal usaha.