Menjelang Hari Raya Idul Adha di bulan Dzulhijjah, banyak amalan-amalan sunah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW termasuk berpuasa.
Puasa menjelas Hari Raya Idul Adha dilakukan untuk mendapat keberkahan bulan Dzulhijjah.
Terlebih lagi, bulan Dzulhijjah menjadi salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Baca: Kurs Dolar Naik, Mengapa Ongkos Naik Haji Indonesia Bisa Termurah se-Asia Tenggara?, Ini Penyebabnya
Baca: Demi Keselamatan, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Tak Paksakan Diri Lontar Jumrah di Waktu Afdhol
Mereka yang mampu dianjurkan untuk melaksanakan ibadah haji ke tanah suci untuk menyempurnakan rukun Islam.
Sementara bagi yang tidak melakukan ibadah haji, dianjurkan untuk mendirikan amalan-amalan sunah.
Mengutip dari zakat.or.id, sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah menjadi hari yang paling istimewa untuk memperbanyak amalan.
Hal ini sesuai dengan hadist riwayat Ibnu Abbas dalam Sunan At- Tirmidzi berikut ini.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر
Artinya : “Rasulullah SAW berkata: Tak ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk beribadah seperti sepuluh hari ini,” (HR. At- Tirmidzi)
Tiga hari yang paling istimewa dalam bulan Dzulhijjah yakni pada tanggal 8, 9, dan 10 Dzulhijjah.
Tanggal 8 Dzulhijjah disebut dengan yaumu tarwiyah, tanggal 9 Dzulhijjah disebut dengan yaumul 'arafah, dan tanggal 10 Dzulhijjah disebut dengan yaumun nahr.
Keistimewaan ini menjadikan tujuh hari sebelum di bulan Dzulhijjah dianjurkan untuk puasa.
Baca: Jual Sayur dan Tabung Uang Selama 30 Tahun di Bawah Kasur, Pria Ini Hadiahkan Istri Berangkat Haji
Baca: Dubes RI untuk Arab Saudi: Haji Diplomasi yang Dahsyat
Masih mengutip dari sumber yang sama, Ibnu Abbas mencatat bahwa sepuluh hari awal Idul Adha terjadi berbagai peristiwa besar yang berkaitan dengan perubahan kehidupan manusia berikutnya.
Umat muslim di Indonesia mungkin kebanyakan menunaikan puasa sunah dua hari menjelang Idul Adha atau yang biasa dikenal dengan Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah.