Dua lukisan itu adalah tangkapan ingatan Srihadi atas Papua tahun 1975.
Tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan kondisi Papua saat ini, ketika tambang meluas, jalan aspal sambung bersambung, dan luas hutan menyusut.
Bayangkan Papua di tahun 1975 ketika hutan perawan masih mendominasi.
Dilihat dari udara, menjelang malam, hanya hitam di bawah sana.
Lalu tiba-tiba tertangkap pandangan ada yang meliuk-liuk indah berkilat-kilat dari ujung ke ujung.
Sungai keemasan yang menembus pekatnya hutan Papua.
Baca: Tidak Jadi Dipulangkan, 2 Pasien Positif Virus Corona Tunggu Hasil Lab Kedua
Baca: 6 Foto Bahagia Andik Vermansah Saat Lamar Kekasih Hati, Tertawa Lebar Saat Pinangan Diterima
Baca: Harga Bawang Bombay Meroket, Ini Kata Wamendag
Pemandangan tersebutlah yang dialami Srihadi saat bertugas untuk melukis sumur pengeboran dekat Sorong, Papua, pada 1975.
Dia tiba di kawasan pengeboran di tengah hutan pada sore hari dengan menumpang helikopter. Akses darat nyaris mustahil sebab jalan aspal hanya sepanjang satu kilometer.
“Alam Papua bagus sekali dilihat dari atas. Hutan sudah gelap. Yang terlihat hanya sungai mengkilat keemasan terkena sinar matahari sore. Kesan ini yang saya tangkap,” kata Srihadi Soedarsono.
Setelah berselang 45 tahun, Srihadi menghadirkan diskursus tentang Papua melalui dua lukisannya yang akan dipamerkan yakni Papua – The Golden River Belong to Its People (2017) dan Papua – The Energy of Golden River (2017).
“Yang menarik, Srihadi tidak secara eksplisit menggambarkan realitas konteks sosial politik budaya ini, melainkan melalui metafora sungai keemasan (Golden River),” Rikrik Kusmara menjelaskan.
Seri penting lain yang dipamerkan adalah Borobudur di antaranya Borobudur – The Energy of Nature (2017), Borobudur – Moment of Contemplation (2017), Borobudur – Moment of Meditation (2017), dan The Mystical Borobudur (2019).
Seri Borobudur menjabarkan perjalanan candi Borobudur di tangan Srihadi dari tahun 1948 hingga kini. Perjalanan yang bukan tentang perubahan fisik atau visualnya, melainkan bagaimana Srihadi menyuguhkan konsep filosofis dan estetis situs suci tersebut.
Melalui sketsa Borobudur yang dibuat pada usia 17 tahun menjadi cikal bakal Srihadi dalam membuat lukisan-lukisan landscape di kemudian hari.