TRIBUNNEWS.COM - Belajar dari curhatan karyawan bergaji Rp 20 juta di Jakarta yang kesulitan membayar cicilan saat gajinya turun 50 persen akibat pandemi Covid-19, pakar ekonomi memberikan sejumlah tips mengelola gaji bulanan.
Seperti yang diketahui, belum lama ini, curhatan karyawan tersebut beredar viral di media sosial.
Karyawan itu mengaku gajinya turun menjadi Rp 10 juta per bulan dan masih harus membayar cicilan yang totalnya senilai Rp 9,5 juta per bulan.
Uang bulanannya pun hanya tersisa Rp 500 ribu untuk menghidupi istri dan anaknya.
Situasi perekonomian keluarganya yang tengah sulit tersebut bahkan membuatnya meminta bantuan pada pemerintah.
"Sedikit curhat, sy seorang karyawan swasta dijakarta, gaji sy 20 jt/bulan, tp setelah covid19 ini sy Hanya digaji separo hny sekitar 10 jt/bulan, sy mohon bantuan Dr pemerintah untuk makan anak istri karna sisa gaji segitu tidak cukup, krn sy Ada cicilan mobil 4,5 jt/bulan ditambah sy Ada KPR sekitar 5jt/bulan, jd sebulan sy hny sisa 500 rb, klo cicilan sy tdk sy bayrkan bisa@ rmh Dan mobil disita, itu gk cukup utk susu anak sy, mohon pemerintah perhatikan kami rakyat kecil yg sampai saat ini blm daoet bansosonya terima kasih," tulis curhat karyawan dengan akun Ayat Dhoif itu.
Belum diketahui apakah curhatan itu benar-benar nyata.
Terlepas dari hal itu, pakar ekonomi dari Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo memberikan sejumlah tips mengelola gaji bulanan untuk menghindari kemungkinan terburuk dalam perekonomian pribadi.
Berikut tips mengelola gaji menurut pakar ekonomi:
1. Menggunakan perbandingan 50 : 30 : 10 : 10
Menurut dosen Program Studi Akuntansi Unisri, Drs. Suharno, MM, Akuntan, karyawan bergaji Rp 20 juta idealnya menggunakan 50 persen penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selanjutnya, Suharno mengatakan, karyawan tersebut maksimal membayar angsuran pinjamannya sebesar Rp 6 juta per bulan atau sama dengan 30 persen dari gajinya.
Sementara itu, ia sebaiknya menggunakan 10 persen gajinya untuk menabung dan 10 persennya lagi untuk menyiapkan dana cadangan.
Hal ini sesuai dengan rumus pengelolaan gaji menggunakan perbandingan 50 : 30 : 10 : 10.
Baca: VIRAL Curhat Karyawan Bergaji Rp 20 Juta Minta Bantuan karena Cicilan, Ahli Keuangan Beri Tips
Sedangkan bagi karyawan yang belum berkeluarga, menurut Suharno, mereka seharusnya dapat menyimpan uang lebih banyak lagi.
Namun, menurutnya, seringkali karyawan yang belum berkeluarga tetap berpengeluaran besar karena mengikuti gaya hidup.
"Jadi yang jomblo diharapkan bisa lebih besar untuk jumlah saving-nya, tapi dalam prakteknya, yang jomblo biasanya gaya hidupnya juga besar," kata Suharno dalam wawancaranya bersama Tribunnews.com melalui Zoom Meeting, Rabu (13/5/2020).
"Sehingga seringkali penghasilannya hanya pas-pasan untuk kehidupan keseharian," sambungnya.
Oleh karena itu, Suharno menekankan, pengelolaan keuangan sejak dini sangat diperlukan.
2. Membuat Skala Prioritas
Menurut Suharno, dalam mengatur keuangan, seseorang perlu membuat skala prioritas.
Hal ini penting untuk menentukan mana barang yang paling penting dan tidak penting.
"Saya kira yang paling penting dalam kita mengelola keuangan ini, pertama kita harus membuat skala prioritas," kata Suharno.
"Mana yang penting, mana yang kurang penting, mana yang tidak penting," tambahnya.
Baca: 5 Tips Mengelola Uang Saat Gaji Terpaksa Dipotong di Tengah Wabah Virus Corona, Urutkan Prioritasmu!
3. Membuat Catatan Daftar Kebutuhan
Selanjutnya, setelah mengatur skala prioritas, seseorang perlu membuat catatan daftar kebutuhan.
Dalam membuat catatan daftar kebutuhan ini, menurut Suharno, setiap orang harus disiplin mengikut apa yang telah dirancangnya dalam catatan tersebut.
"Kemudian dari apa yang sudah kita canangkan tadi (skala prioritas), dibuat catatan tentang kebutuhan-kebutuhan yang pokok, kan sudah pasti itu."
"Kemudian kebutuhan-kebutuhan yang akan diinginkan bulan depan misalnya itu juga kita rencanakan," terangnya.
"Dalam membuat list kebutuhan, kita harus disiplin diri mematuhi yang sudah kita rancang tadi," tambah Suharno.
Menurut Suharno, masyarakat biasanya tidak suka membuat catatan seperti ini.
Hal ini lantaran mereka menganggap semua kebutuhannya tetap terpenuhi sekalipun tanpa membuat catatan.
Namun, tanpa catatan yang baik, terkadang situasi yang tak terduga seperti pandemi Covid-19 saat ini, bisa membuat kondisi perekonomian keluarga terpuruk.
"Biasanya kita ini tidak suka dengan catat-mencatat gitu, karena menganggap toh tanpa dicatat pun kita sudah bisa memenuhi kebutuhannya."
"Namun terkadang tanpa catatan yang bagus, akibatnya kita lihat seperti hari ini, tiba-tiba ada hal yang di luar kita rencanakan," kata Suharno.
Viral di Media Sosial
Curhatan karyawan swasta di Jakarta itu pertama kali muncul dalam unggahan akun Facebook Ayat Dhoif.
Unggahannya tersebut viral saat dibagikan ulang oleh aku Twitter @Justggrama pada Selasa (12/5/2020), lalu.
Berikut isi curhatan karyawan yang viral tersebut:
Sedikit curhat, saya seorang karyawan swasta di Jakarta.
Gaji saya Rp 20 juta per bulan, tapi setelah Covid-19 ini saya hanya digaji separo, hanya sekitar Rp 10 juta per bulan.
Saya mohon bantuan dari pemerintah untuk makan anak-istri karena sisa gaji segitu tidak cukup, karena saya ada cicilan mobil Rp 4,5 juta per bulan, ditambah saya ada KPR sekitar Rp 5 juta per bulan, jadi sebulan saya hanya sisa Rp 500 ribu.
Kalau cicilan saya tidak saya bayarkan, bisa-bisa rumah dan mobil disita.
Itu gak cukup untuk susu anak saya.
Mohon pemerintah perhatikan kami, rakyat kecil, yang sampai saat ini belum dapat bansosnya.
Terima kasih.
Curhatannya yang dibagikan ulang di Twitter itu mengundang berbagai respons warganet.
Hingga Kamis (14/5/2020) sore, unggahan tersebut telah dibagikan 204 orang dan disukai 625 orang.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)