Artinya:
Tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab, hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Kisah agung di atas mengandung ibrah, bahwa Allah swt hendak menunjukkan kepada kita, hamba-hambanya yang lemah imannya, bahwa setiap hamba dapat memaksimalkan keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya sehingga menjadi hamba yang “tahan banting”, kuat dan tegar menghadapi apapun ujian yang melandanya, bahkan pada peristiwa yang tampak seperti di luar nalar manusia sekalipun.
Peristiwa penyembelihan itu, digambarkan sebagai simbol penyembelihan hawa nafsu dan sifat pembangkangan dalam diri manusia dan menjadikannya manusia yang sepenuhnya taat dan tunduk kepada Rabbnya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillaahil-Hamd.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Saat ini kita semua sedang dihadapkan dengan ujian kehidupan yang relatif sama dan hampir merata pada semua orang. Ujian kehidupan yang datang dari makhluk super kecil ciptaan Allah swt, yaitu virus Covid-19, yang memaksa kita untuk tersadar, kita adalah makhluk yang lemah tak berdaya di hadapan kekuasaan-Nya. Apapun latar belakang kita, asal kita, profesi kita, semuanya terkena dampaknya, baik besar maupun kecil.
Oleh karenanya Hari Raya Iduladha ini dengan kisah keluarga Nabi Ibrahim a.s. di atas sangat tepat untuk kita jadikan momentum penyadaran dan kebangkitan kita, bahwa,
Pertama, sebagai seorang yang mendaku beriman kepada Allah swt, kita tidak terlepas dari ujian dan cobaan. Bahkan justru, semakin tinggi level keimanan kita, maka semakin berat cobaan yang akan kita terima. Dengan kata lain, jika kita ditimpa ujian, semakin berat ujian itu, maka itu berarti Allah swt sedang menaikkan derajat keimanan kita.
Jika kita dapat melewati ujian itu dengan baik maka level keimanan kita benar-benar telah setingkat
lebih tinggi untuk nantinya menjadi modal menghadapi ujian-ujian berikutnya. Bukankah saat ini anak manusia sudah biasa melalui ujian demi ujian untuk meningkatkan pendidikannnya, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi? Yang setiap jenjangnya akan semakin sulit.
Kedua, semestinya, sebagai hamba dari Allah yang Maha Perkasa, apapun yang terjadi, tidak selayaknya kita berputus asa. Sudah semestinya kita senantiasa berikhtiar sekuat tenaga untuk tetap hidup dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Bukankah Rasulullah saw sudah menggambarkan, sifat seorang mukmin yang sangat mulia? Ia selalu dapat bersikap dengan benar atas apa pun yang dialaminya, baik kenikmatan atau pun ujian.
Dari Sahabat Suhaib ra berkata, Rasulullah saw bersabda: sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin itu, karena semua urusannya adalah menjadi sebuah kebaikan baginya. Hal ini tidak terjadi pada siapa pun juga kecuali pada seorang mukmin, (yaitu) jika kenikmatan/kemudahan menghampirinya ia bersyukur dan syukur itu menjadi sebuah kebaikan baginya; dan jika kesempitan/kesediahn yang menimpanya maka ia bersabar, dan sabar itu (juga) menjadi sebuah kebaikan baginya [H.R. Muslim]
Ketiga, pandemi Covid-19 ini memberikan pelajaran berharga bagi kita, bahwa memang sudah semestinya keimanan yang kita miliki ini harus dibarengi dengan ilmu yang selalu harus kita gali lebih dalam.
Banyak fenomena yang terjadi, seorang hamba yang mendaku beriman kepada Allah swt namun ia beribadah dengan tanpa ilmu. Tidak memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan untuk menjaga setiap orang agar tetap sehat dan dapat tetap beribadah kepada-Nya. Sehingga dengan kekurangan ilmunya itu, ia tanpa sadar telah membahayakan dirinya juga orang lain. Oleh sebab itu, benarlah hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Darda’ berikut ini,