"Apalagi industri ini menyerap tenaga kerja yang sangat banyak, mulai dari konseptor, produksi, distribusi, pemasaran, promosi dan sebagainya."
"Fashion adalah kebutuhan yang cukup tinggi karena orang membeli busana untuk berbagai alasan, salah satunya adalah untuk menampilkan citra diri," ujarnya.
Baca juga: Industri Fesyen Muslim Terkena Dampak Covid-19, Kemenperin Dorong IKM Jualan Lewat Jalur Digital
Di sisi lain, pelaku industri fashion lokal asal Bandung dan pemilik Cottonology, Carolina Danella Laksono juga membenarkan tentang perubahan tersebut.
Menurutnya, saat ini industri fashion di Kota Kembang mulai kembali menggeliat.
Hal itu terbukti dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap produknya, khususnya busana rumahan.
"Setelah beberapa bulan pertumbuhan bisnis terkoreksi karena korona, di kuartal keempat 2020 ini sudah mulai kembali ke titik normal."
"Bahkan prediksi kami akan melebihi dari kuartal yang sama tahun lalu," tuturnya.
Pihaknya sampai membuka empat gerai di departement store Kota Bandung serta satu offline store.
Baca juga: Terapkan Konsep Sociopreneur, Cottonology Sukses Berbisnis Fesyen dengan Berdayakan Warga
Buntutnya membuat kebutuhan sumber daya manusia di bidang produksi pun ikut meningkat.
"Di kuartal ini kami menambah jumlah karyawan sebanyak 25 persen dari kuartal pertama saat pertama kali pandemi masuk ke Indonesia."
"Tentu ini adalah sesuatu yang sangat kami syukuri karena bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar," ujar lulusan University of California, Berkeley ini.
Karyawan-karyawan baru yang direkrut tersebut rata-rata masyarakat yang berdomisili di sekitar pabrik Cottonology.
Olin menegaskan, sejak awal ia memang ingin usahanya bisa menghidupi masyarakat sekitar.
"Bagian produksi dan bagian sales counter mayoritas kami rekrut dari masyarakat sekitar. Bahkan di bagian produksi pun ada ketua RT," katanya.