TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat terjadi bencana, bukan hanya bangunan sekolah yang roboh, kegiatan yang berkaitan pendidikan pun praktis terhenti.
Dampak bencana yang tidak kalah penting namun seringkali luput dari perhatian adalah gangguan kejiwaan (psikologis) pada anak atau biasa disebut trauma.
Berbeda dengan biaya kerusakan secara sosial atau ekonomi yang dapat dihitung, dampak psikologis pada anak pasca bencana tidak dapat diprediksi waktu, durasi serta intensitasnya.
Gejala trauma yang muncul pun juga berbeda-beda, sehingga tidak dapat dibandingkan antara satu anak dengan anak lainnya.
Beberapa contoh trauma pada anak pasca bencana adalah gangguan kecemasan, mudah panik, stres akut sampai depresi.
Gejala-gejala tersebut apabila diabaikan tentunya akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik maupun mentalnya.
Baca juga: TNI AD Berikan Healing Treatment Bagi Anak-anak Korban Bencana Gempa Bumi di Mamuju
Besarnya dampak trauma pasca bencana pada anak mendorong peran orang dewasa, dalam hal ini guru untuk turun tangan melakukan pemulihan.
Hal tersebut juga yang melatarbelakangi Cetta Satkaara bersama Rumah Guru BK (RGBK) untuk mencetuskan program edukasi trauma healing pasca bencana.
Co Founder dan Senior Advisor PT Cetta Satkaara, Ruth Andriani menuturkan rentetan bencana yang terjadi di tanah air belakangan ini membawa keprihatinan dan menggugah rasa kemanusiaan untuk ikut menolong.
Baca juga: Kemnaker Fokus Perhatikan Psikologis dan Mental Pekerja Migran
Namun sayangnya, bantuan di ranah psikologis masih sering terlupakan, padahal banyak korban yang masih menyisahkan trauma psikis berkepanjangan pasca bencana.
“Sebagian orang berfokus hanya pada luka fisik dan menekankan pentingnya kehadiran bantuan medis saat bencana terjadi.
Belum banyak yang memahami bahwa ada luka emosional, terutama pada anak yang sama sakitnya dan butuh perhatian lebih untuk ditangani,” ujar Ruth.
Inisiatif ini diwujudkan dalam Webinar Pelatihan Psikososial dan Trauma Healing Bagi Tenaga Pendidik yang berlangsung pada Sabtu, 10 April 2021 secara virtual melalui platform zoom.
Webinar ini diikuti oleh 200 guru terpilih setingkat SD, SMP dan SMA Sederajat di seluruh Indonesia dan menghadirkan pembicara Christina Dumaria Sirumapea M.Psi.,Psikolog, Psikolog Klinis Dewasa dan Associate Assessor di TigaGenerasi serta Ana Susanti, M.Pd, Founder RGBK dan Widyaiswara di Kemendikbud RI.
Baca juga: Apa Itu Ghosting? Berikut Penjelasan Ghosting dari Sisi Psikologis
Salah satu pokok bahasan penting yang disampaikan oleh Christina dalam paparannya adalah mengenai Psychological First Aid (PFA) bagi korban bencana.
Perempuan yang akrab disapa Ina ini menjelaskan bahwa PFA dibagi menjadi empat landasan yakni prepare, look, listen dan link.
“PFA itu dukungan praktis layaknya kotak obat darurat yang bisa digunakan orang awam untuk membantu sementara dalam penanganan korban pasca bencana agar lebih tenang dan aman.
Namun untuk tahap lanjutannya tetap harus ditangani oleh profesional yaitu psikolog atau dokter,” ujar Ina.
Adapun empat landasan PFA meliputi; Prepare yakni pengamatan situasi kemanan, gejala serta bantuan yang dibutuhkan korban.
Look adalah pendekatan sebagai pendengar aktif untuk membantu korban menenangkan diri. Listen diterapkan dengan memberikan akses layanan kesehatan, sementara Link dengn menghubungkan korban ke tenaga profesional sesuai kebutuhannya.
"Yang perlu digarisbawahi adalah jangan bertanya terlalu detail mengenai trauma yang dialami karena justru akan mentriger ingatan korban akan pengalaman bencana”.
Sebagai mitra pelaksana Webinar Pelatihan Psikososial dan Trauma Healing Bagi Tenaga Pendidik, Founder RGBK, Dr. Marjuki, M.pd pun menyambut positif antusiasme dari para guru. Dirinya berharap webinar ini dapat menjadi wadah awal untuk memfasilitasi pengembangan guru terutama dalam hal penanganan trauma pasca bencana.
“Para guru telah berada di majelis yang tepat. Melalui keterlibatan di webinar ini, para guru dapat memperoleh banyak manfaat tentang trauma healing bagi para anak didik di wilayah bencana dari para narasumer yang kompeten. Semoga kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala agar transfer knowledge mengenai trauma healing bisa lebih luas lagi,” ungkapnya.
Tingkatkan Kemampuan Public Speaking Para Guru
Komitmen kepedulian terhadap para dunia pendidikan juga ditunjukan Satkaara dan RGBK lewat Webinar Public Speaking Itu Mudah! yang dilaksanakan pada Minggu, 11 April 2021 secara virtual melalui platform zoom. Public speaking merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang dan dibutuhkan dalam setiap bidang pekerjaan, termasuk oleh seorang guru.
Webinar ini diikuti oleh 150 guru SMP dan SMA terpilih dari seluruh Indonesia dan menghadirkan narasumber Ilham Ramdhana, Penyiar Prambors Radio & Founder @belajarradio, serta Iqbal Tawakkal, Brand Manager Prambors Radio.
Tidak hanya para guru, Satkaara juga mengimplementasikan kepedulian terhadap dunia pendidikan melalui “Program Donasi-Berbagi Buku, Berbagi Masa Depan”.
Untuk program ini, Satkaara menggandeng Kargo Baca sebagai penerima donasi yang akan mendisribusikan ke beberapa taman baca di Jabodetabek.
Penggalangan buku donasi ini turut melibatkan para rekan media sebagai mitra utama dari Satkaara. Terkumpul 404 buku donasi bacaan anak usia 5-13 tahun.
Penyerahan donasi buku dilakukan di Kampung Buku, Jakarta, bertepatan dengan Hari Buku Internasional pada Jumat, 23 april 2021.
Agenda penyerahan donasi buku ini juga menjadi penutup dari rangkaian acara Satkaara Berbagi-Nine Years Of Sharing.
Satkaara Berbagi yang telah hadir sejak 2012 merupakan implementasi nyata dari nilai care and respect sebagai landasan Satkaara dalam berkarya dan melayani.
Sebuah program yang lahir dari keinginan tiap individu di Satkaara untuk berbagi. Berawal dari langkah sederhana namun memberi makna bagi kehidupan.