Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia memunculkan kebiasaan baru, salah satunya penerapan social distancing untuk menghentikan penyebaran virus corona.
Pekerjaan kehumasan atau public relations (PR) yang identik dengan pertemuan fisik alias tatap muka, ikut mengalami penyesuaian akibat dampak dari pandemi.
Praktisi PR lantas dihadapkan pada tantangan dalam melaksanakan kegiatan secara online.
Praktisi di bidang publik relation, Nikky Sirait mengatakan, sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, masyarakat menjadi terbiasa melakukan aktivitas secara online.
Perubahan itu juga dialami oleh praktisi PR, dengan mengalihkan kegiatan secara online, sebut saja webinar, konferensi pers virtual hingga Instagram live.
Namun, Public Relation Manager di startup insurtech Qoala ini menekankan pentingnya "instrumen kekinian" yang bisa dipakai untuk menyampaikan pesan komunikasi korporat, yakni platform media sosial.
Baca juga: Tantangan di Masa Kebiasaan Baru, Public Relations Dituntut Bangun Citra Positif Perusahaan
"Meningkatkan brand awareness perusahaan melalui media sosial sangat penting.
Tak bisa dipungkiri, sebagian besar masyarakat mencari referensi untuk apapun melalui internet, atau lebih tepatnya media sosial.
Wajib hukumnya bagi perusahaan membangun brand awareness melalui media sosial. Buat konten yang menarik sehingga bisa memancing interaksi dan menciptakan engagement dengan customer," ujar Nikky di Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Menurut Nikky, ada banyak cara untuk meningkatkan brand awareness di media sosial.
Beberapa diantaranya yakni mengelola akun media sosial milik korporat dengan baik, beriklan melalui media sosial, hingga menggunakan jasa key opinion leader (KOL) di media sosial, untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat atas produk dan jasa yang ditawarkan.
"Jangan menjadikan pandemi Covid-19 ini sebagai halangan dalam pelaksanaan kerja-kerja PR.
Sebaliknya, jadikan situasi ini sebagai tantangan. Kampanye komunikasi yang dilakukan secara online justru memberikan keuntungan.
Melalui media sosial, pesan komunikasi bisa disebarluaskan ke banyak orang dalam waktu bersamaan, tapi diterima secara personal oleh tiap-tiap orang. Biasanya, pesan personal pasti lebih mengena," ujar pria kelahiran Dumai, 26 September 1987 ini.
Lalu, bagaimana dengan aktivitas PR yang bersifat offline atau tatap muka, apakah sudah benar-benar tak lagi bisa dilaksanakan?
"Seiring dengan pelaksanaan program vaksinasi dan kasus Covid-19 yang mulai bisa dikendalikan pemerintah, sejumlah institusi mulai menggelar konferensi pers secara tatap muka.
Hal itu tidak dilarang selama acara dipersiapkan dengan baik, mulai dari membatasi jumlah pejabat perusahaan dan jurnalis yang hadir, sampai penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Pelanggaran protokol kesehatan bisa berakibat citra perusahaan menjadi negatif. Jadi, harus dipertimbangkan secara matang," tutup Nikky.