Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak variabel yang menjadi penyebab terjadinya perceraiaan suami istri selama pandemi covid-19.
Misalnya, masalah relasi. Karena selalu berada di rumah sejak PPKM, maka terjadi sebuah pertengkaran.
"Satu sama lain jadi tahu dengan kebiasaan lain, yang terkadang merasa tidak cocok," kata psikolog klinis Anna Surti Ariani S.Psi., M.Si., Psi, kepada Tribunnews.com, Jumat (13/8/2021).
Selanjutnya, menurut dia, pasangan itu tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Di sisi lain karena selalu bersama di dalam rumah, antara suami dan istri punya idealisme berbeda tentang mengasuh anak.
Baca juga: Sepanjang 2021, Pengajuan Perceraian di Jakarta Selatan Didominasi Wanita
"Jadi yang tadinya mereka masih bisa keluar untuk istirahat dari pasangan, PPKM memaksa di rumah saja lebih dari sebelumnya. Semakin tinggi tekanannya secara relasi," ungkapnya pada Tribunnews, Jumat (13/8/2021).
Ada juga akibat ketidaksetiaan seperti perselingkuhan. Namun, Anna menyebut, konflik tersebut bisa berasal dari diri sendiri.
"Dalam artian orang punya ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan. Tidak punya kemampuan untuk memecahkan masalah, mengatur emosi pribadi dan memaafkan," pungkasnya.
Tekanan keuangan pun turut berperan. Selama PPKM ini ada perusahaan kesulitan sehingga harus memangkas karyawan.
Hal ini tentunya menjadi memicu permasalahan dalam rumah tangga. Kemudian kondisi kesehatan keluarga.
"Intinya tidak ada penyebab tunggal dari perceraian. Kemungkinan besar sudah banyak dan semakin membeludak di masa PPKM dan karena tidak bisa menanggung tekanan itu lalu memutuskan untuk bercerai," tuturnya.