TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai metode dan cara diterapkan agar anak didik baik pelajar maupun mahasiswa tertarik dengan materi pelajaran yang diberikan, aktif di kelas, terbuka.
Pada saat bersamaan, baik guru maupun dosen, bisa menjadi sahabat bagi anak didik.
Untuk mencapai tujuan ideal itu tidak sulit asalkan guru maupun dosen benar-benar serius dalam mengajar, menguasai bidangnya, demokratis, dan mengetahui watak dan karakter anak didiknya.
Dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Suradi, MSi, yang punya pengalaman lama sebagai guru di SMAN 8 Jakarta, mengungkapkan hal itu dalam perbincangan santai yang disiarkan langsung melalui channel Youtube Teras Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ATVI, Kamis malam (2/12/2021).
Bincang santai yang dipandu Ketua LPPM ATVI, DR. Ratih Damayanti dan didukung tim kreatif IT, yang juga dosen ATVI, Teguh Setiawan itu dilakukan secara interaktif.
Peserta dapat bertanya dan memberikan pandangannya melalui chat di channel Youtube. Ini merupakan acara perdana Teras LPPM yang akan berlanjut secara kontinyu dwi mingguan.
Baca juga: Kemenag Cairkan Insentif Rp 66 Miliar untuk 44.000 Guru Pendidikan Agama Islam Non PNS
Suradi, yang juga dikenal sebagai jurnalis dan penulis buku ini, mengatakan, tantangan terbesar dalam proses pembelajaran baik di masa tahun 1990-an maupun saat ini adalah bagaimana peserta didik, baik pelajar maupun mahasiswa memahami apa yang kita ajarkan, setelah itu dapat mengaplikasinya untuk kepentingan studi dan karir di masa depan.
Baca juga: PPPK Guru Tahap 2 2021 Diundur 7 Desember 2021, Berikut Ini Cara Cetak Kartu dan Materi Ujian
“Pemahaman tentang pentingnya bidang studi, kaitannya dengan kehidupan masa lalu, kini dan mendatang, serta informasi bidang karir yang dibutuhkan, jadi daya tarik siswa maupun mahasiswa selalu dekat dengan kita,” ujar penulis buku Bangga Menjadi Guru SMAN 8 Jakarta, ini.
Tips Dekat dengan Anak Didik
Suradi memberikan beberapa tips agar guru maupun dosen bisa menjadi sahabat anak didik.
Pertama, menguasai bidang pelajaran atau materi yang diajarkan karena ini modal pertama untuk percaya diri di dalam kelas.
Baca juga: Pendidik Jerman: Squid Game Harus Dijauhkan dari Anak-anak
Kedua, berusaha memahami setiap karakter dan watak anak didik, sehingga berbagai kendala dalam proses mengajar bisa diselesaikan dengan baik, sebab setiap peserta didik punya masalahnya sendiri.
“Kita juga harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan setiap anak didik untuk bertanya dan mengajukan pandangannya atas materi pelajaran. Suasana kelas yang demokratis menumbuhkan semangat belajar yang tinggi."
Lalu, kita mesti kreatif dalam metode pengajaran. Sekarang sangat mudah mencari tambahan bahan ajar dan alat peraga lewat Youtube atau media sosial.
"Terakhir, usahakan mendekatkan diri dengan anak didik dalam setiap kegiatan,” papar alumnus Universitas Indonesia itu.
Banyak pertanyaan dan pandangan yang diajukan peserta, termasuk dari anak kandung Suradi yang tengah studi di luar negeri, Muhammad Rizky.
Dikatakan, walaupun tidak pernah diajar oleh Suradi di kelas, bapaknya merupakan seorang guru yang paling berpengaruh kepadanya.
Dalam komentarnya di kolom chat yang ditulis dari Brussel Belgia, M. Rizky, putra bungsu Suradi ini mengatakan, para guru pada umumnya mengajar menggunakan teori dan buku paket, ayah saya mengajarkan pelajaran hidup melalui contoh dan media lainnya.
“Lebih penting lagi, beliau mengajarkan saya tentang kesetaraan dan kebebasan berpendapat. Pak Suradi selau menempatkan dirinya setara dengan anak-anak nya ketika didalam diskusi,"ujarnya.
"Beliau bersedia berdiskusi dengan anaknya mengenai topik-topik atau pelajaran yang mungkin dianggap subversif di sekolah tanpa dengan menggurui dan mengerdilkan opini anaknya," ungkap Rizky.
"Hal ini membuat saya berfikir bahwa bapak saya, Pak Suradi menunjukan esensi seorang guru, seseorang yang digugu dan ditiru,” ungkap Rizky yang sedang studi bidang Bisnis di KU Leuven, Belgia.
Dari muridnya semasa SMA tahun 1990-an, Nina Harsya menyampaikan pesan dan kesannya diajar oleh Suradi.
Menurutnya, pola pengajaran yang diterapkan sangat berbeda ketika itu. “Pak Suradi sangat interaktif, memberi kebebasan kita untuk bertanya, dan menjadi teman di sekolah,” kata Nina.