Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak sedikit anak-anak menjadi korban kekerasan seksual. Kondisi itu semakin memprihatinkan.
Pola asuh yang tepat dan juga pengawasan dari orangtua menjadi satu upaya menghindarkan anak dari predator seksual.
Orangtua harus bisa memberikan edukasi dan perlindungan diri. Salah satunya adalah ajari anak berani berkata tidak pada tindakan asusila.
Namun, menurut Psikolog Klinis Dra Astrid Regina Sapiee, tidaklah mudah bagi anak untuk bisa mengatakan tidak.
Baca juga: Soal Kasus Prostitusi di Kalangan Artis, Psikolog Ungkap Kemungkinan Adanya Perdagangan Manusia
Baca juga: Psikolog Klinis Anak dan Keluarga: Pendemi Memicu Peningkatan Tekanan dan Kecemasan Ibu
"Satu hal yang musti dipahami, kalau seseorang bisa berkata tidak, berarti dia percaya dengan dirinya sendiri. Dan dia juga percaya apa yang dia sampaikan berdampak," ungkapnya pada kanal YouTube Sonora FM dikutip Tribunnews Selasa (4/1/2022).
Artinya si anak tidak berada dalam posisi ketakutan, sungkan, malu dan tidak berani.
"Ini membutuhkan parenting anak berani ngomong. Apalagi berani bilang tidak. Butuh pelatihan dari orangtua, dan pengasuh terdekat untuk membuat anak berani bersikap," katanya menambahkan.
Misalnya, ajarkan anak untuk bisa memilih. Dimulai dari sarapan pagi, sediakan roti nasi goreng dan tanyakan anak mau apa. Saat anak memilih nasi goreng, maka orangtua bikinkan.
"Kemudian menghargai pendapat anak diperlukan untuk membangun anak berani bersikap dan menyatakan apa yang dipikir dan rasa. Dan ada yang berani membela diri sendiri untuk berkata tidak," tegasnya.
Pada kasus kekerasan seksual, orangtua bisa mengajarkan perihal penghargaan seseorang kepada seksual diri sendiri.
Baca juga: Psikolog Anak: Belajar Jangan Terlalu Serius dan Kaku, Sebaiknya Bangun Suasana Menyenangkan
"Kalau terapan di anak-anak, sederhana diajarkan begini. Sesuatu yang berada di dalam baju mu, semua bagian dari tubuhmu yang ada di dalam, itu tidak boleh dipegang-pegang oleh siapa pun," papar Astrid.
Ajarkan anak jika baju yang dikenakan tidak boleh dibuka siapa pun. Kecuali, orang yang benar-benar mengasuh si anak. Yaitu ibu dan pengasuhnya.
Atau dokter dan tenaga media yang akan memeriksa si anak. Maka selain orang-orang tadi, tidak ada yang boleh membuka baju anak.
"Apalagi memegang bagian tubuhmu yang ada di belakang baju itu. Itu adalah pemahaman pertama bagaimana seorang anak mengajarkan menghargai seksualitas itu. Mau perempuan dan laki-laki, dia punya privasi yang harus dilindungi," kata Astrid menambahkan.
Dan jika sampai ada orang yang tidak berwenang membuka baju atau memegang bagian tubuh, anak diajari untuk lari atau teriak.
"Atau kalau bisa boleh pukul, tolak. Ini yang disampaikan. Anak pelan-pelan. Diulang-ulang berkali-kali, pelan-pelan nempel," pungkasnya.