News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apa Itu Strict Parent dan Apa Akibatnya Jika Orang Tua Terlalu Keras pada Anaknya?

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi strict parent. Mengenal strict parent dan akibatnya jika orang tua terlalu ketat kepada anaknya. Ada banyak konsekuensi.

TRIBUNNEWS.COM - Dalam psikologi, strict parent atau orang tua yang ketat didefinisikan sebagai orang tua yang menempatkan standar dan tuntutan tinggi pada anak-anak mereka.

Mengutip parentingforbrain.com, strict parent bisa menjadi otoriter, tergantung pada keyakinan disiplin orang tua dan responsivitas mereka terhadap kebutuhan anak.

Lantas apakah yang akan terjadi jika orang tua terlalu ketat atau terlalu keras pada anaknya?

Banyak orang tua yang bermaksud baik percaya bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk anak-anak mereka dengan menetapkan batasan yang ketat dan kaku.

Meskipun orang tua mungkin memaksa anak-anaknya untuk sementara mematuhi, strict parenting atau pengasuhan yang terlalu ketat dapat menciptakan masalah perilaku.

Mengutip medicinenet.com, pola asuh yang ketat atau otoriter dikaitkan dengan hasil negatif.

Srict parent tidak terbuka untuk berdiskusi atau mendengarkan sudut pandang anak mereka.

Baca juga: Contoh Strict Parents, Sering Bertindak Otoriter dan Memberi Hukuman pada Anak

Orang tua yang otoriter cenderung:

- Mengharap anak-anak untuk mengikuti perintah tanpa pertanyaan

- Merasa bahwa ketaatan sama dengan cinta

- Mematikan komunikasi terbuka

- Memiliki aturan ketat yang harus dipatuhi anak-anak

- Menghukum anak-anak dengan keras

- Menahan kasih sayang dan kehangatan

- Sangat menuntut anak-anak

Ilustrasi strict parent (Freepik/peoplecreations)

Konsekuensi dari pola asuh yang ketat (strict parenting)

Orang tua yang otoriter mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti aturan mereka tanpa pertanyaan atau diskusi.

Mereka menghukum anak-anak dengan keras karena tidak mematuhinya.

Pola asuh seperti ini bisa menjadi kekerasan fisik dan emosional.

Meskipun memiliki batasan dan harapan terhadap anak-anak adalah sesuatu yang wajar, aturan harus diimbangi dengan kehangatan dan rasa hormat untuk anak.

Anak-anak dari orang tua yang terlalu ketat mungkin memiliki beberapa masalah berikut:

1. Tingkat percaya diri yang rendah

Sebuah penelitian terhadap mahasiswa menemukan bahwa mereka yang orang tuanya lebih otoriter memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Mereka memiliki lebih banyak masalah perilaku dan menunjukkan lebih sedikit inisiatif dan ketekunan daripada siswa yang orang tuanya tidak begitu ketat.

2. Kenakalan

Orang tua yang ketat dan suka mengontrol cenderung membesarkan anak-anak yang tidak sopan dan nakal.

Ironisnya, anak-anak yang orang tuanya ketat tidak melihat orang tuanya sebagai figur otoritas yang sah.

Karena itu, mereka cenderung tidak mengikuti aturan mereka dan lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam perilaku nakal.

3. Depresi

Anak-anak dengan orang tua yang kritis terhadap mereka dan mengabaikan perasaan mereka lebih mungkin untuk mengembangkan depresi dan kecemasan.

4. Bullying

Anak-anak dari orang tua otoriter lebih mungkin untuk dibully dan menjadi pembully.

Mereka memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah dan menjadi target yang lebih mudah bagi para pengganggu.

Di sisi lain, mereka lebih cenderung menjadi pembully karena mereka melihat perilaku serupa di rumah mereka.

5. Masalah Perilaku

Sebuah penelitian terhadap 600 anak berusia 8 hingga 10 tahun menunjukkan bahwa mereka yang memiliki orang tua otoriter memiliki masalah perilaku yang paling banyak.

Mereka menunjukkan perilaku yang lebih menantang, hiperaktif, agresi, dan perilaku antisosial.
Mereka juga memiliki lebih banyak masalah emosional dan menunjukkan lebih sedikit perilaku prososial.

6. Masalah dengan Pengaturan Diri

Sebuah penelitian di University of Georgia menemukan bahwa anak-anak yang orang tuanya keras lebih cenderung bertingkah.

Mereka juga kurang mampu mengatur diri sendiri dan memecahkan masalah begitu mereka dewasa.

Ketika anak-anak masih kecil, orang tua mereka memiliki kemampuan lebih untuk menegakkan pedoman.

Ketika anak-anak mencapai masa remaja, mereka belum belajar mengatur perilaku mereka sendiri.

Mereka tidak memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah secara efektif sendiri.

Cara Parenting Seperti apa yang Paling Baik?

Orang tua yang berwibawa (otoritatif) tampaknya lebih berhasil daripada orang tua yang otoriter.

Orang tua otoritatif memiliki harapan yang tinggi untuk anak-anak, menetapkan batas, tetapi hangat dan mengayomi.

Gaya pengasuhan ini telah dikaitkan dengan banyak hasil positif bagi anak-anak.

Apa yang Dilakukan Orang Tua Otoritatif

Saat mengasuh anak, orang tua yang otoritatif akan:

- Memiliki harapan yang masuk akal dan sesuai usia

- Membantu anak-anak mengembangkan keterampilan mengatasi masalah alih-alih hanya menghukum

- Membantu anak-anak belajar mengelola frustrasi dan situasi yang menyakitkan

- Mendorong anak untuk mandiri

- Mendorong komunikasi terbuka

- Mencontohkan perilaku yang sesuai untuk anak-anak

- Beradaptasi dengan keadaan yang berbeda

- Mendengarkan anak-anak mereka

- Menetapkan batasan yang konsisten

Manfaat Pengasuhan Otoritatif

Meskipun pola asuh otoritatif dan otoriter mungkin terdengar serupa, mereka memiliki hasil yang sangat berbeda.

Anak-anak dari orang tua yang otoritatif cenderung:

- Memiliki hubungan dekat dengan orang tuanya

- Percaya diri dan memiliki harga diri yang tinggi

- Dapat mengelola agresi mereka dengan baik

- Bertanggung jawab dan kooperatif

- Bertanggung jawab secara sosial

- Mengatur diri sendiri

- Menjadi lebih bahagia, lebih sukses, dan lebih mampu dalam berbagai hal

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini