News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bermain Bisa Bangkitkan Kesehatan Mental Anak

Penulis: FX Ismanto
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komunitas Starseed dan Yayasan Etika Moral Indonesia (YEMI) menggelar kebersamaan dengan 60 anak anak di panti asuhan Al-Amin Garut Kota, Minggu (18/9/2022) dengan permainan. Komunitas ini sadar dunia anak adalah bermain, karena itu sejak kecil anak perlu diberikan stimulasi dengan permainan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia anak adalah bermain, karena itu sejak kecil anak perlu diberikan stimulasi dengan permainan. 

Adanya stimulasi akan berdampak pada kematangan susunan saraf anak yang menopang pertumbuhannya.

Permainan anak merupakan media stimulus yang efektif. Tentu saja bukan bermain dengan sembarang mainan.

Baca juga: Biarkan Anak Bermain di Luar Rumah, Petik Manfaatnya untuk Fisik dan Mentalnya

Permainan yang diberikan harus sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Beberapa catatan ini disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Edith P. Humris, SpKJ(K), saat memaparkan materi “Workshop Play Therapy: Bermain dan Permainan”, di Fakultas Kedokteran UGM seperti dikutip dari artikel di wesite FKM UGM, berjudul Permainan dan Kesehatan Mental Anak.

“Anak selalu memiliki dorongan rasa ingin tahu. Setiap anak baik sehat maupun terganggu selalu tertarik dengan bermain dan permainan, baik dengan alat permainan (toys) maupun tanpa alat,” imbuhnya.

Bermain menjadi kebutuhan anak karena kemampuan verbal anak masih terbatas.

Keinginan untuk selalu mengeksplorasi lingkungan harus diimbangi dengan stimulus untuk meningkatkan kemampuan intelektual maupun kemampuan motoriknya.

Professor Edith menambahkan bahwa dalam perkembangan fase sensorimotor (0-1.5 tahun), anak akan mengenal dunia sekitar melalui bantuan panca indera (melihat, mendengar, mencium, mengecap).

Sedangkan dalam fase praoperasional (usia 1.5-3 tahun), anak harus diberikan kebebasan untuk mengerti simbolik, konsep, bentuk, warna maupun jenis alat. Tahap berikutnya adalah tahap operasional konkret (usia 6-11 tahun), menjadi saat anak sudah mengerti mengenai konsep konkret. Dan untuk tahap operasional formal (usia 11-18 tahun), anak sudah mempunyai pengertian baik mengenai konsep konkret maupun abstrak.

Mengapa bermain dan permainan penting untuk anak?.

“Banyak orang tua menganggap kalau mainan itu pemborosan, itu anggapan kurang tepat. Sekali lagi, anak diberikan mainan untuk memberikan stimulasi pertumbuhan, dengan catatan bahwa permainan sesuai usianya,” tegas ahli psikiatri anak dan remaja lulusan university of Hawai USA ini.

Mainan bermanfaat untuk melatih motorik kasar, motorik halus, kemampuan sosial, ataupun untuk belajar bermain peran. Professor Edith juga berpesan agar orang tua jangan membeli mainan untuk meyalurkan agresi anak seperti pedang-pedangan, ataupun senapan mainan. Selain itu, alat permainan tidak boleh dilempar untuk menyalurkan kemarahan.

“Saat anak tidak tertarik dengan mainan, itu bisa menjadi indikasi gangguan jiwa. Terapi yang dilakukan adalah bermain dengan dokter jiwa anak sebagai sarana komunikasi, menilai taraf perkembangan anak dan gangguan jiwa, maupun pemberian terapi untuk menanamkan nilai-nilai positif,” ujarnya.

Semua anak memang harus dirawat dengan penuh kasih sayang. Anak-anak yang mendapat perlakuan kurang baik sejak kecil akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhannya. Seperti halnya materi yang disampaikan oleh Prof. Panos Vostanis dari University of Leicester, UK, bahwa trauma dan konflik kekerasan bisa memberikan tekanan tersendiri bagi pertumbuhan anak. Apabila sudah berada dalam tahap ini, anak akan mengalami gangguan emosi, motivasi dan perkembangan kepribadian serta perubahan pola hubungan dengan orang lain.

“Anak yang tidak mendapat perhatian orang tua saat menangis akan mempunyai dampak besar bagi masa depannya, seperti halnya munculnya perilaku negatif sampai dengan keputusasaan. Psychodynamic (play therapy) bisa menjadi salah satu bentuk penanganan,” terangnya saat memberikan materi “Impact of Trauma on Child Mental Health”.

Sejalan dengan konsep edukasi dan masa bermain anak-anak inilah, komunitas Starseed dan Yayasan Etika Moral Indonesia (YEMI) menggelar kebersamaan dengan 60 anak anak di panti asuhan Al-Amin Garut Kota, Minggu (18/9/2022).

Dalam rangkaian ulang tahun (Ultah) Starseed ke-6, komunitas ini menggelar permainan dan bernyanyi bersama hingga potong kue ulang tahun.

"Kepada para penghuni panti kami menghibur agar memiliki kesehatan mental, fisik yang lebih baik serta gembira sehingga mereka bisa menjadi lebih baik," ungkap Dewi Silalahi

Dengan mengusung tema "Sebagai silahturami komunitas lintas agama, acara bermain bersama anak-anak Panti ini karena melihat kondisi Panti ini sejak dilanda Pandemi Corona melanda 2019 sampai dengan 2022, tidak ada donatur atau kegiatan yang mengunjungi anak anak panti asuhan tersebut.

"Kami bersama Yayasan Etika Moral Indonesia (YEMI) kali ini mengadakan bakti sosial kemanusiaan, dalam rangka berbagi kasih kepada anak anak yatim piatu yang berada di panti asuhan Al-Amin Garut," kata Sharie dan Dewi selaku Ketua dan wakil Starseed di Garut.

Senada dengan itu, Yayasan Etika Moral Indonesia (YEMI) yang turut ambil bagian memberikan bingkisan berupa beras dan perlengkapan sekolah anak yang rata-rata berusia 7 sampai 13 tahun atau yang masih duduk di sekolah SD dan SMP.

Dalam kesempatan itu, Yayasan Etika Moral Indonesia (YEMI) juga berkesempatan memberikan motivasi kepada anak-anak panti tersebut.

"Kami sangat senang bisa berkolaborasi berbagi kasih bakti sosial di daerah garut ini, selain itu kami juga turut sedih ketika mendengar bahwa panti asuhan ini semenjak corona melanda tidak mendapatkan bantuan dan kunjungan dari luar," kata Sally Lo, perwakilan dari YEMI.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini