News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Melirik Kecantikan Wastra Indonesia, Kain Pinawetengan Asal Minahasa

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tampilan busana dari kain Pinawetengan dalam acara Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara, diselenggarakan Kompas Gramedia bersama Stylo Indonesia, Grid.id, dan Sekar Media di Bentara Budaya Jakarta, mulai tanggal 12-15 April 2023, Jumat (14/4/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia terkenal akan kekayaan wastra atau kain tradisionalnya. 

Satu di antaranya adalah kain Pinawetengan, wastra yang berasal dari Minahasa. 

Tidak hanya tampilkan kecantikannya, kain Pinawetengan ini turut melestarikan budaya Mihasa lewat corak-coraknya. 

Oleh Pimpinan Pengrajin Kain Pinawetengan Iyarita Wiryawati Mawardi, diungkapkan jika corak yang dimiliki kain Pinawetengan ini punya perbedaan yang tidak dimiliki oleh wastra lainnya. 

"Karena coraknya itu hanya di Minahasa. Yaitu (terinspirasi) dari Watu Pinawetengan, guratan yang ada di batunya. Jadi jelas beda dari kain lainnya," ungkapnya pada acara Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara, di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (14/4/2023). 

Baca juga: Wastra Nusantara Pukau Panggung Mode Dunia Lewat Tenun Ende dan Gringsing

Selain itu, keunggulan dari kain Pinawetengan ini masih dibuat secara tradisional atau langsung menggunakan tangan. 

Selama proses pembuatan, butuh waktu dan kesulitan yang beragam. 

Iyarita pun mengisahkan jika untuk proses pembuatan kain ini, butuh waktu yang tidak sebentar.

"Kalau pemasangan menjadi satu kain itu pembidangannya itu ikat butuh kurang lebih dua minggu. Sama-sama dengan songket pun sama," katanya. 

Itu baru pemasangan benang-benang ke tenunan. 

Sedangkan menenun, butuh waktu yang berbeda pula. 

"Baru dia tek-tak-tek-tok. Dalam satu hari 1,5 meter, kalau tidak berhenti. Kalau misalnya lagi ngebut, mungkin bisa 3-4 hari," urainya. 

Tidak heran, kain Pinawetengan itu pernah mendapat Gueinness World Record 

"Kami mendapatkan Gueinness World Record dengan rekor 101 penenunan tanpa sambungan," ucapnya. 

Awal Mula Kemunculan Pengrajin Kain Pinawetengan

Berawal dari tahun 2004, Iyarita pertama kali diajak ke Manado dan diberi tahu bahwa ada satu situs bernama Watu Pinawetengan di desa Pinabetengan. 

Watu Pinawetengan merupakan situs demokrasi tempat nenek moyang dari orang-orang Minahasa berembuk jika ada pertentangan atau ketidaksepahaman.

"Saat lihat, awalnya iseng mulut saya, kayaknya ini bagus kalau jadi kain corak-coraknya. Maka jadilah," lanjut Iyarita. 

Maka mulailah sejak 2007, ia membentuk pelatihan untuk pengrajin kain Pinawetengan.

Kala itu banyak yang mendaftar, bahkan nyaris 200 orang. 

Sayangnya, hanya 16 orang yang bertahan dan saat ini sisa 13 orang. 

"Awalnya itu 16, sisanya 13 karena tiga itu pensiun, dimakan usia juga. Mata sudah tidak mampu. Jadi sekarang 13 pengrajin usia tidak muda. Paling muda umurnya 45 tahun," urai Iyarita.

Lebih lanjut, Iyarita mengungkapkan nasib dari keberlanjutan Wastra Indonesia asal Minahasa ini. 

Menurutnya, kain Pinawetengan saat ini terbilang hampir punah. 

"Jadi memang yang hampir punah. Dan itu terbukti saat saya melakukan pelatihan yang bertahan hanya 16 orang dari hampir 200," katanya lagi. 

*Butuh Regenerasi

Lebih lanjut Iyarati mengungkapkan jika pelestarian kain Pinawetengan butuh regenerasi. 

Apa lagi diketahui para pengrajin kain Pinawetengan tidak lagi muda dan sebagian besar sudah sepuh. 

"Saya sebenarnya membutuhkan regenrasi," ungkapnya. 

Menurut Iyarati, Minahasa kaya akan budaya, salah satunya adalah kain Pinawetengan ini. 

Namun hanya sedikit generasi mudah yang menunjukkan minat untuk melestarikannya.

"Tetapi mungkin karakter orang dan pengaruh budaya internasional kayaknya lebih dibandingkan," urai Iyarita.

Misalnya, pengrajin kain Pinawetengan kerap melakukan kerjasama berupa pelatihan dengan sekolah yang ada di Minahasa atau Manado.

Setiap kali melakukan pelatihan, sebagian sudah banyak yang mengerti. 

"Tetapi saat mereka sudah bisa, kami menawarkan, yuk bantu saya di sini. Maksudnya ini budaya kalian juga loh, tapi ternyata mereka lebih tertarik bekerja berkarya di kota," imbuhnya. 

Pada Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara, di Bentara Budaya Jakarta, mulai tanggal 12-15 April 2023 ini, akan ada 16 koleksi yang ditampilkan berbahan kain Pinawetengan. 

Untuk season pertama, kelompok pengrajin kain Pinawetengan ini akan menampilkan print. 

"Jadi kami juga ada kain print, dengan motif patola (ular)," terangnya 

Kedua, menghadirkan songket dan ketiga menampilkan semua koleksi.

"Jadi ada tenun ikat, songket dan print. Ada 16 berbagai macam bahan," urainya. 

Lewat penampilan ini Iyarita pun berharap kain Pinawetengan bisa terus berkembang dan meramaikan kancah internasional. 

"Selain itu, garapan kami pemerintah bisa mendukung juga. Karena saya juga sadar budaya bisa berkembang jika diapresiasi oleh masyarakat pemiliknya," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini