Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G (K) berharap Indonesia harus bisa memanfaatkan dengan baik Bonus Demografi.
Harapannya, agar tidak masuk dalam jebakan Pendapatan Menengah (middle income trap) menjelang Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Menkes Ungkap Bonus Demografi Momentum Indonesia Lompat Jadi Negara Maju di 2030
“Hari ini setiap 100 orang bekerja hanya menanggung 44. Jadi kalau mau kaya adalah sekarang di era Bonus Demografi ini. Kalau tidak sekarang kapan lagi dan kalau tidak oleh generasi muda ini oleh siapa lagi. Kita lihat di sini bahwa tahun 2035 sudah akan lewat windows opportunity Bonus Demografi karena dependency ratio sudah naik," kata dr. Hasto saat menyampaikan orasi ilmiah pada Wisuda Universitas Respati Indonesia (Urindo) Tahun Akademik 2022-2023 di Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Kamis (26/10/2024).
Menurutnya, saat Indonesia terjebak di middle dan low income trap ini maka susah untuk diatasi, lantaran perbandingan yang bekerja dengan yang butuh makan sudah mulai berat.
“Hati-hati, sebelum Indonesia Emas kita di tahun 2035 itu harus sukses. kalau tidak sukses, berat. Jadi kita harus memanfaatkan windows opportunity ini. Generasi muda menjadi penentu kita akan memetik Bonus Demografi atau tidak? Generasi muda harus tidak kawin pada usia dini, harus tidak putus sekolah, harus tidak nganggur, harus tidak sebentar-sebentar hamil,” kata dr. Hasto.
Dalam orasi itu, dr. Hasto juga menyampaikan apresiasi kepada Urindo yang telah ikut berkontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM dan keluarga.
Salah satunya dengan dibentuknya Sekolah Lansia.
“Bonus penduduk menjadi bonus kesejahteraan. Tentu butuh upaya diantaranya adalah peningkatan layanan pendidikan dan juga pelayanan kesehatan itu menjadi prioritas penting menurunkan angka stunting, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup perempuan, anak dan keluarga menjadi angka utama,” lanjut Dokter Hasto.
Dokter Hasto mengatakan, kualitas sumber daya manusia itu ditentukan oleh 3 hal seperti bagaimana pendapatan per kapitanya, bagaimana angka harapan hidupnya, dan kemudian juga bagaimana pendidikannya.
Rata-rata Pendidikan untuk rata-rata lama sekolah masih 8,48 tahun meskipun harapan lama sekolahnya harusnya sudah 12 tahun.
Hal ini menjadi satu hal serius agar indeks pembangunan manusia meningkat.
Kesenjangan daerah masih terlalu tinggi antara satu daerah dengan daerah yang lain, sebagai contoh IPM Yogyakarta 79, Bali 75, namun ternyata IPM Papua 60,44 dan seterusnya.
Pengaruh dari stunting itu sangat serius karena human capital index Indonesia yang sangat erat dengan intellectual skill manusia dan ini menjadi indikator penting dalam menentukan kualitas SDM satu bangsa, dengan stunting di atasi maka kualitas SDM juga bisa diatasi dengan baik.
*Diharapkan Jadi Wirausahawan*
Sementara itu Rektor Universitas Respati Indonesia Prof. Dr. drg. Tri Budi Wahyuni Rahardjo, MS dalam sambutannya menyebutkan bahwa para wisudawan dan wisudawati sebagai kelompok usia produktif harus bisa menjadi wirausahawan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan memaksimalkan bonus demografi meraih Indonesia Emas 2045.
Sejalan dengan itu, Kepala LLDikti Wilayah III Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc. yang juga hadir memberikan sambutannya mengatakan semangat berwirausaha adalah bagian penting membangun Indonesia sejahtera.
Didalam rangka menyambut bonus demografi 2030 mendorong spirit entrepreneurship untuk para lulusan sarjana tentu menjadi bagian penting untuk membangun indonesia sejahtera.
Indonesia merupakan negara yang besar dan majemuk, disamping itu negara ini juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan melalui berbagai usaha untuk mengisi pasar kerja.
"Pengembangan enterpreneurship yg dilakukan maksimal dapat meningkatkan keberhasilan dalam melewati tantangan yang saat ini tengah dihadapi oleh bangsa ini. Dalam konteks ekonomi spirit enterpreneurship menjadi kunci utama dalam meningkatkan efektivitas dan juga efisiensi,” imbuh Prof. Toni.