News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fenomena Kidsfluencer seperti Cipung dan Shabira, Apakah Termasuk Eksploitasi Anak?

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Raffi Ahamad dan Rayyanza alias 'Cipung' -

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Nama Rayyanza atau yang dikenal Cipung acap jadi sorotan. Setiap gerak geriknya selalu mencuri perhatian netizen.

Selain itu nama Shabira Alula atau Lala juga kerap membuat netizen berdecak kagum akan kemampuan berkomunikasinya dengan bahasa Indonesia yang baku dihadapan publik.

Keduanya tampil eksis di era digital masa kini, hingga muncul istilah kidsfluencer. 

Kidsfluencer tentunya bermula dari orang tua yang mengontenkan anaknya, baik dengan sengaja atau tidak, dan dengan tujuan tertentu atau tidak. 

Namun di balik itu, kehadiran anak di dunia hiburan sebagai kidsfluencer memicu kekhawatiran potensi eksploitasi anak lewat konten-konten yang disajikan.

Lalu, benarkan anak-anak yang sering dibuarkan konten oleh orangtuanya termasuk bentuk eksploitasi anak? 

Pakar Psikologi Anak Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Nur Ainy Fardana N MSi menuturkan, eksploitasi anak berarti menghilangkan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh anak. 

Baca juga: Kesehatan Rayyanza Drop Disebut karena Syuting Sahur, Raffi Ahmad Klarifikasi

Karenanya, perlu dilihat terlebih dahulu bagaimana posisi anak.

“Eksploitasi atau tidak, perlu dipertimbangkan apakah anak melakukannya dengan perasaan tertekan dan tidak nyaman, atau sebaliknya? Yakni anak melakukan dengan senang hati,” ungkapnya seperti dikutip dalam laman Unair.ac.id, Rabu (27/3/2024).

Lebih lanjut, Dr Nur Ainy membeberkan dampak psikologis dan emosional yang dialami anak jika kehidupan anak sehari-hari mereka terus menerus direkam dengan dalih kenang-kenangan. 

Mengontenkan keseharian anak seperti saat anak bermain, makan, dan aktivitas lainnya, justru membuat kaburnya perlindungan privasi anak. Terlebih, anak juga menjadi lebih sering terekspos kamera.

Dr Nur Ainy menyebut, eksistensi anak-anak di dunia hiburan tidak akan menjadi masalah jika bertujuan mengembangkan minat bakat anak dan menumbuhkan kreativitas anak.

Namun, harus diingat kondisi psikologis anak harus tetap menjadi perhatian utama. 

“Apabila anak terlibat dalam dunia entertaiment, harus tetap diperlakukan dengan baik, tanpa menghambat tumbuh kembang fisik, mental, sosial, dan intelektualnya,” ujarnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini