News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ditemukan 5,5 Juta Kasus Konten Pornografi Anak, Korbannya Berusia Dini, Pemerintah Bentuk Satgas

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi konten pornografi. Peredaran konten pornografi makin liar. Fakta menunjukkan 5,5 juta konten kasus pornografi anak di Indonesia selama kurun waktu 4 tahun.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peredaran konten pornografi makin liar. Fakta menunjukkan 5,5 juta konten kasus pornografi anak di Indonesia selama kurun waktu 4 tahun.

Hal ini terungkap saat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menggelar rapat koordinasi bersama Kementerian dan Lembaga (KL) terkait penanganan kasus pornografi anak berbasis online.

Baca juga: Menkominfo Tegaskan Bakal Blokir Game Online yang Mengandung Kekerasan dan Pornografi

Adapun dalam rapat koordinasi itu diputuskan bahwa ke depan bakal dibentuk Satuan Tugas (Satgas) guna menangani kasus pornografi khususnya yang melibatkan anak.

"Kita bentuk Satgas untuk mensinergikan lintas kementerian dengan merumuskan rencana aksi," kata Hadi dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).

Dikatakan Hadi bahwa nantinya sejumlah pihak yang terlibat dalam Satgas tersebut diantaranya Kemendikbud, Kemenag, KemenPPA, Kemensos, Kemenkominfo, Polri, KPAI, Kemenkumham, Kejaksaan, LPSK dan PPATK.

Dibentuknya Satgas Penanganan Kasus Pornografi Anak tersebut dijelaskan Hadi lantaran banyak anak-anak yang berada di bawah umur menjadi korban ataupun terlibat dalam kasus pornografi tersebut.

"Karena permasalahan ini permasalahan sangat serius. Korbannya dari disabilitas anak-anak SD, SMP dan SMA bahkan PAUD jadi korban," ucapnya.

Bahkan lanjut eks Panglima TNI itu berdasarkan laporan yang pihaknya himpun dari National Center For Missing and Exploited Children (NCMEC) terdapat sebanyak 5,5 juta kasus konten pornografi anak di Indonesia selama kurun waktu 4 tahun.

Baca juga: Hardiknas 2023, MUI Soroti Peran Pemerintah Atasi Merebaknya Konten Pornografi di Medsos

Dari data tersebut kemudian diketahui bahwa Indonesia berada pada peringkat empat secara internasional dan peringkat dua tingkat Asean perihal kasus konten pornografi anak.

Meski begitu kata Hadi angka tersebut tak sepenuhnya menggambarkan terkait kasus yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Pasalnya menurut laporan dari Kabareskrim Komjen Wahyu Widada dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang turut hadir dalam rapat tersebut masih banyak masyarakat yang enggan melapor meski anaknya jadi korban pornografi.

"Karena apa? Karena ada juga korban-korban yang tak mau melaporkan kejadian sebenarnya, menutupi karena takut aib dan sebagainya," tuturnya.

Melalui Satgas tersebut nantinya setiap kementerian maupun lembaga akan menguatkan regulasi yang memang sebelumnya telau dibuat di masing-masing instansi.

Nantinya ucap Hadi dalam satgas yang di koordinasikan langsung oleh dirinya itu akan membuat skema mitigasi dari mulai pencegahan, penanganan hingga tahap penegekkan hukum.

"Oleh sebab itu, rapat koordinasi ini tak mungkin tiap kementerian lakukan sendiri-sendiri. Kita harus sinergi lintas kementerian, karena tiap kementerian sudah miliki regulasi yang kuat kita tinggal implementasikan," pungkasnya.

Pemerintah berencana segera merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perlindungan anak dari gim online.

Tujuannya yakni untuk merespons maraknya tindak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual dan perundungan yang dilakukan anak-anak di bawah umur akibat pengaruh gim online.

"Progressnya sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Sehingga tugas dan fungsi serta kewenanganannya tidak timpang tindih. Insyaallah tahun ini ditargetkan rampung," kata Deputi Perlindungan

Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (KPPA), Nahar.

Nahar menjelaskan, bermain game yang mengandung kekerasan berdampak sangat buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja.

Menurutnya, pemerintah akan terus mengawasi konten atau gim online yang mengandung kekerasan dan dapat mempengaruhi perilaku anak-anak.

"Pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Resiko yang dihadapi termasuk konten, perilaku, kontak fisik, perilaku konsumen. Konten-konten tidak sesuai dengan rating usia anak-anak harus diperketat dan diawasi. Sebab beresiko terhadap perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak,” jelas Nahar.

Soal kemungkinan rekomendasi pemblokiran terhadap game seperti freefire, Nahar mengatakan game tersebut pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Sebab, konten yang tidak sesuai dengan rating usia anak-anak, dan seharusnya diperketat dan diawasi.

“Risiko (game free fire) dari perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak,” tutur dia.

Psikolog : Game Berisiko Pengaruhi Mental Anak

Menanggapi hal itu, Psikolog Stenny Prawitasari menilai, game berkonten kekerasan berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak.

“Game kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata berulang dapat membuat anak-anak menjadi desensitisasi terhadap kekerasan, di mana mereka mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan," ujar Stenny.

Stenny mengungkap, beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak-anak.

Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan.

“Ini juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak,” tutur Stenny.

Stenny menegaskan, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius terhadap permasalahan dampak game online pada anak-anak.

Hal ini memerlukan upaya untuk memperketat regulasi dan aturan yang mengatur penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.

“Pentingnya regulasi bertujuan juga terhadap kesehatan mental dan emosional anak-anak. Pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai dengan usia anak perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif,” pungkasnya.

(Tribun Network/den/fah/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini